"Supaya transformasi terlaksana, melalui ketersediaan SDM yang berkualitas, petani muda atau milenial yang adaptif terhadap perubahan dapat mengintegrasikan kegiatan 'on farm' dan 'off farm' secara efisien," kata Hermanto pada Seminar Nasional Ekonomi Pertanian di Jakarta, Selasa.
Hermanto menjelaskan bahwa kondisi SDM di pertanian saat ini memasuki masalah penuaan (aging) sehingga mengakibatkan produktivitas relatif rendah karena tidak memiliki keterampilan lain yang memadai, seperti pengolahan hasil pertanian.
Selain itu, sekitar 70 persen petani Indonesia hanya lulusan SD atau lebih rendah, sedangkan sisanya sekitar 25 persen tamatan SMA/SMK.
Menurut dia, jika lulusan SMA/SMK banyak terlibat sebagai petani, tentunya akan berdampak positif terhadap PDB Pertanian. Akibat kendala peningkatan SDM ini, dalam satu dekade terakhir "share" PDB Pertanian menurun dari sekitar 14 persen menjadi sekitar 12 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Mirah Midadan menjelaskan umumnya generasi milenial (tahun kelahiran 1980-2000) cenderung tidak berminat menjadi petani.
"Kenapa milenial malas berkecimpung di pertanian, karena ada pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke industri, perdagangan serta jasa," kata Mirah.
Sejak tahun 2000-2014, terdapat migrasi pekerja dari sektor pertanian ke non pertanian karena ada perubahan pendapatan riil yang luar biasa, yakni meningkat sampai 164 persen. Kebutuhan hidup yang kian meningkat membuat kalangan milenial mencari pekerjaan dengan pendapatan lebih besar.
Alasan lainnya, yakni banyak milenial yang memiliki usaha sampingan di luar non pertanian. Usia yang terbilang muda, punya keterampilan dan peluang di usaha sampingan, membuat para petani muda lebih memilih ke pekerjaan non pertanian.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020