• Beranda
  • Berita
  • UNAIDS: Pasien HIV di China berisiko kehabisan obat AIDS

UNAIDS: Pasien HIV di China berisiko kehabisan obat AIDS

19 Februari 2020 21:38 WIB
UNAIDS: Pasien HIV di China berisiko kehabisan obat AIDS
Petugas medis dengan pakaian pelindung merawat pasien di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Wuhan, yang diubah menjadi rumah sakit sementara untuk menerima pasien dengan gejalan ringan akibat virus novel corona, di Wuhan, provinsi Hubei, China, Rabu (5/2/2020). (China Daily via REUTERS/wsj/djo)

Orang dengan HIV harus terus mendapatkan obat-obatan HIV demi keberlangsungan hidup mereka

Pasien HIV di China berisiko kehabisan obat AIDS akibat karantina dan isolasi yang bertujuan membendung wabah penyakit virus corona.

Karantina dan isolasi yang dilakukan pemerintah China menyebabkan mereka tidak dapat memasok kembali obat-obatan penting tersebut, menurut UNAIDS, Rabu.

Badan PBB itu mengatakan telah mensurvei lebih dari 1.000 orang dengan HIV di China dan menemukan bahwa wabah virus corona, yang kini dikenal COVID-19, "berdampak luar biasa" terhadap kehidupan mereka.

Wabah itu sejauh ini telah menginfeksi lebih dari 74.000 di China dan menelan 2.004 korban jiwa. Di luar China hingga kini tercatat lima kematian dengan 827 kasus virus corona.

Hampir sepertiga dari orang pengidap HIV yang disurvei oleh UNAIDS mengaku isolasi dan pembatasan terhadap pergerakan masyarakat di China menandakan bahwa mereka berisiko kehabisan pengobatan HIV dalam beberapa hari kedepan.

Dari jumlah itu, hampir setengahnya atau 48,6 persen, mengatakan tidak tahu di mana mereka akan mendapatkan terapi antiretroviral berikutnya.

"Orang dengan HIV harus terus mendapatkan obat-obatan HIV demi keberlangsungan hidup mereka," kata Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima, melalui pernyataan. "Kami harus memastikan bahwa semua orang yang membutuhkan pengobatan HIV mendapatkan itu, tak masalah di mana pun tempatnya."

UNAIDS menyebutkan menurut sumber pemerintah China diperkirakan terdapat 1,25 juta orang dengan HIV di China pada akhir 2018.

Seorang pegiat AIDS sekaligus relawan pengidap HIV di China mengatakan kepada Reuters bahwa ia membuat sebuah grup obrolan yang melibatkan lebih dari 100 pasien HIV, yang kebanyakan di Provinsi Hubei, pusat wabah COVID-19. Di situlah ia membantu pasien untuk berbagi pasokan obat-obatan terbatas antar mereka.

"(Orang tua) sangat panik, sangat panik dan di grup obrolan itu saya harus terus menghibur mereka," kata pegiat itu, yang tak ingin disebutkan namanya. "Bagi pasien obat itu penting, pengobatan juga penting. Ini bisa sama pentingnya dengan pasokan bantuan garis depan."

Menambah masalah potensi kekurangan adalah tindakan yang muncul dari orang yang tidak terinfeksi dengan HIV, yang mengimbau pasien dengan virus penyebab AIDS untuk berbagi obat mereka saat pengobatan eksperimen berpotensi melawan virus corona baru.

Meski tidak ada bukti uji klinis, Komisi Kesehatan Nasional China menyebutkan obat HIV lopinavir/ritonavir dapat dicoba pada pasien COVID-19.

Hal tersebut memicu banyaknya pembelian obat-obatan seperti Kaletra, yang dikenal Aluvia, versi paten lopinavir/ritonavir dari AbbVie.

Menurut UNAIDS, isolasi di berbagai kota juga mengartikan bahwa orang dengan HIV, yang bepergian jauh dari kota asal mereka tidak dapat kembali ke rumah dan mengakses layanan HIV, termasuk pengobatan, dari layanan biasanya.

Sumber: Reuters

Baca juga: Terkait corona, Warga Jakarta nyalakan 2.020 lilin dukung Wuhan
Baca juga: Iran laporkan dua kasus pertama virus corona
​​​​​​​
Baca juga: Kemenkes: belum ada bukti secara ilmiah pengobatan untuk COVID-19

Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2020