Antibiotik menjadi landasan pengobatan modern sejak ditemukannya penisilin.
Baca juga: Xiaomi hadirkan aplikasi deteksi dini virus corona
Baca juga: Google sepakat AI harus diatur
Namun, efektivitasnya menurun secara serius dalam beberapa tahun terakhir karena penggunaan berlebihan yang membuat bakteri menjadi kebal terhadap obat.
Dilansir AFP, Sabtu, ilmuwan dari MIT (Massachusetts Institute of Technology) dan Harvard melatih algoritma pembelajaran mesin untuk menganalisis senyawa kimia yang mampu melawan infeksi menggunakan mekanisme yang berbeda dengan obat.
"Pendekatan kami mengungkapkan molekul luar biasa yang bisa dibilang salah satu antibiotik yang lebih kuat yang pernah ditemukan," kata James Collins, profesor teknik medis di MIT dan salah satu penulis senior makalah "Cell".
Tim peneliti melatih model itu pada sekitar 2.500 molekul, mengidentifikasi senyawa yang mereka sebut "halicin".
Antibiotik baru itu mampu membunuh banyak bakteri yang resisten terhadap obat, termasuk Clostridium difficile, Acinetobacter baumannii, dan Mycobacterium tuberculosis.
Antibiotik itu bisa menyembuhkan dua tikus dengan Acinetobacter baumannii, yang telah menginfeksi tentara AS di Irak dan Afghanistan.
Gagasan menggunakan AI untuk penemuan obat bukanlah hal baru, namun belum pernah berhasil sampai sekarang.
"Model pembelajaran mesin dapat mengeksplorasi ... ranah kimia besar dan mahal untuk pendekatan eksperimental secara tradisional," kata Regina Barzilay, seorang profesor ilmu komputer di MIT.
Para peneliti juga berencana mempelajari halicin lebih lanjut dan bekerja dengan perusahaan farmasi atau lembaga nirlaba guna pengembangan pada manusia.
Baca juga: Peneliti Monash University kembangkan AI untuk cegah bunuh diri
Baca juga: Teknologi AI Google bisa untuk mendeteksi kanker payudara
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2020