• Beranda
  • Berita
  • Kopi Mega Puntang, kisah Baitul Maal antar petani raih prestasi dunia

Kopi Mega Puntang, kisah Baitul Maal antar petani raih prestasi dunia

22 Februari 2020 22:37 WIB
Kopi Mega Puntang, kisah Baitul Maal antar petani raih prestasi dunia
General Manager YBM-BRI Dwi Iqbal Noviawan (dua dari kanan) sedang melihat kopi Mega Tuntang yang dipamerkan pada lokakarya dan mukernas Amil YBM-BRI di Jakarta, Kamis (20/2/2020). (FOTO ANTARA/Andi J/HO-Humas YBM-BRI)
Sudah bukan rahasia lagi bahwa kopi adalah salah satu komoditas perkebunan atau pertanian yang menjadikan Indonesia diketahui dunia.

Bahkan, karena mengglobalnya pesona kopi, setiap tanggal 1 Oktober, para pecinta kopi di dunia merayakan Hari Kopi Internasional.

Sejatinya, kopi memang bukan bukan tanaman asli Indonesia. Namun, pengembangan dan budi daya kopi di Nusantara ini, membuat muncul beragam kopi dari berbagai daerah dengan ciri khas masing-masing.

Untuk tidak harus menyebut satu per satu, kopi Indonesia menyebar dari Sabang di Provinsi Aceh hingga Merauke di Provinsi Papua.

Dari rujukan literatur dan sumber --yang begitu banyak dirujuk-- ada perbedaan mengenai asal mula kopi ini.

Menurut laman https://jurnalbumi.com/knol/sejarah-kopi/, tanaman kopi berasal dari Abyssinia, nama daerah lawas di Afrika yang saat ini mencakup wilayah negara Etiopia dan Eritrea.

Namun, tidak banyak diketahui bagaimana orang-orang Abyssinia memanfaatkan tanaman kopi. Kopi sebagai minuman pertama kali dipopulerkan oleh orang-orang Arab. Biji kopi dari Abyssinia dibawa oleh para pedagang Arab ke Yaman dan mulai menjadi komoditas komersial.

Di masa awal, bangsa Arab memonopoli perdagangan biji kopi. Mereka mengendalikan perdagangan lewat Pelabuhan Mocha, sebuah kota yang terletak di Yaman. Dari Pelabuhan Mocha biji kopi diperdagangkan hingga ke Eropa. Saat itu Mocha menjadi satu-satunya gerbang lalu-lintas perdagangan biji kopi, sampai-sampai orang Eropa menyebut kopi sebagai Mocha.

Memasuki abad ke-17 orang-orang Eropa mulai mengembangkan perkebunan kopi sendiri. Pertama-tama mereka mengembangkannya di Eropa, namun iklim di sana tidak cocok untuk tanaman kopi.

Lalu, mereka mencoba membudidayakan tanaman tersebut di daerah jajahannya yang tersebar di berbagai penjuru bumi. Upayanya berhasil, orang-orang Eropa mampu menggeser dominasi bangsa Arab dalam memroduksi kopi.

Salah satu pusat produksi kopi dunia ada di Pulau Jawa yang dikembangkan bangsa Belanda. Untuk masa tertentu kopi dari Jawa sempat mendominasi pasar kopi dunia. Saat itu secangkir kopi lebih popular dengan sebutan Cup of Java atau Secangkir Jawa.

Namun, sumber lain, yakni laman https://aklstore.id/blog/asal-mula-kopi/ menyatakan bahwa asal mula kopi dari histori bahasa diambil dari bahasa Arab yaitu Qohwah.

Kata itu berasal dari kata quwwah yang artinya kekuatan. Karena efek kopi menyebabkan bertambahnya kekuatan tubuh, penjagaan dan semangat, sehingga dikatakan quwwah menjadi Qohwah.

Kopi memang sebuah minuman dari proses olah dan ekstraksi biji kopi. Rasa dan aroma dalam kopi itulah yang sering dinikmati para peminumnya.

Namun, sebenarnya lebih dari sekadar itu kopi ditemukan banyak sekali manfaatnya bagi tubuh seperti kanker, batu empedu, diabetes dan penyakit yang berhubungan dengan darah lainnya.

Barangkali, versi lain mengenai asal mula kopi masih akan panjang, namun setidaknya ada kemiripan bahwa kopi berasal dari benua Afrika.

Baca juga: Pemprov Jabar akan buka kedai kopi di Prancis

Baca juga: Pemprov Jabar akan ekspor kopi langsung ke Georgia

Baca juga: Ridwan Kamil: kopi komoditas "tak bermasalah"



PKUR

Lantas, apa keterkaitan kopi dengan Baitul Maal?

Adalah Ketua Badan Pengurus YBM-BRI Sepyan Uhyandi yang mencuatkannya saat lokakarya sekaligus Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Amil Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM-BRI) se-Indonesia 2020 di Jakarta, Kamis (20/2) 2020.

"Salah satu binaan Program Peningkatan Keterampilan Usaha Rakyat (PKUR) YBM-BRI, yaitu Kopi Mega Puntang memenangkan perlombaan kopi tingkat internasional di Paris, Prancis pada 2019 ," katanya.

"Pada hari ini produknya kami hadirkan berikut barista-nya agar kita semua bukan hanya bangga namun juga berkesempatan untuk menikmati cita rasa kopi internasional," katanya.
 
Penghargaan dari Prancis untuk kopi Mega Tuntang yang dipamerkan pada lokakarya dan mukernas Amil YBM-BRI di Jakarta, Kamis (20/2/2020). (FOTO ANTARA/Andi J/HO-Humas YBM-BRI)


Menurut Manajer Program Ekonomi YBM-BRI Dailami pihaknya melalui Program PKUR banyak memberikan bantuan pendampingan --sekaligus bantuan modal usaha-- kepada banyak pelaku industri rumahan, UMKM, UKM dan kelompok usaha kecil lainnya.

Melalui program ini YBM-BRI memberikan stimulus modal, mentoring usaha, bimbingan usaha agar menjadi usaha yang bankable dan mampu mengakses sumber modal lainnya untuk perkembangan usaha.

Nah, salah satunya adalah bantuan kepada Kelompok Tani Mega Gunung Puntang, yang berada di Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

"Dan Alhamdulillah, akhirnya dengan keuletan mereka kemudian berhasil meraih penghargaan tingkat dunia itu," katanya didampingi barista Rahman Massewwa dan Ketua Kelompok Tani (KT) Mega Puntang Komar S atau akrab disapa Dulak.

Barista adalah sebutan untuk seseorang yang pekerjaannya membuat dan menyajikan kopi kepada pelanggan.

Rahman Massewa menjelaskan bahwa penghargaan yang diraih KT Mega Puntang itu berkategori silver grade 89 untuk cita rasa kopi. Sementara untuk cita rasa, nilai maksimalnya adalah 90.

Penghargaan dari Prancis yang diberikan melalui Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) kepada kopi Mega Puntang itu juga langsung mendongkrak penjualan.

"Naik menjadi dua hingga kali lipat dari sebelum meraih penghargaan," kata Dulak, Ketua KT Mega Puntang.

Sedangkan Rahman Massewa menambahkan bahwa harga kopi Mega Puntang untuk 1 kilogram-nya berada di kisaran Rp300 ribu untuk grade komersial dan community, sedangkan yang grade specialty bisa mencapai Rp1 juta.
 
Manajer Program Ekonomi YBM-BRI Dailami (kiri), Ketua Kelompok Tani (KT) Mega Puntang Komar S (tengah) dan barista Rahman Massewwa (ketiga) menampilkan kopi Mega Tuntang yang dipamerkan pada lokakarya dan mukernas Amil YBM-BRI di Jakarta, Kamis (20/2/2020). (FOTO ANTARA/Andi J/HO-Humas YBM-BRI)


Meski dikenal di publik luas dengan kekhasannya, ia menyebut bahwa kopi puntang ini justru belum dikenal di kawasan Bandung sendiri.

Karena itu, Rahman menyebutnya seperti mitos, dalam arti orang mengetahui Kopi Puntang enak, namun belum banyak mengetahui letaknya di mana, termasuk harganya yang masih berada di kisaran harga premium.

"Untuk itulah, agar lebih dikenal luas, kita sedang menyiapkan produk yang lebih ramah di kantong dan bisa diakses masyarakat kebanyakan," katanya.

Ia menyebut program re-seller sudah disiapkan, termasuk mengeluarkan produk kopi puntang dengan merek kopi Manik, singkatan dari manis dan nikmat, di mana harga 100 gramn dibanderol dengan harga Rp10 ribu, sedangkan yang specialty dijual dengan harga Rp35 ribu hingga Rp65 ribu per 100 gram.

Baca juga: Kopi Java Preanger kini bisa dinikmati di Maroko

Baca juga: Jabar pasarkan kopi dan teh ke Inggris

Baca juga: Cianjur bentuk koperasi kopi untuk jadi terbesar di Jabar



Optimalisasi zakat

Menurut General Manager YBM-BRI Dwi Iqbal Noviawan, optimalisasi zakat dapat dipandang sebagai upaya mendorong terpenuhinya kebutuhan dasar manusia agar tercapainya kesejahteraan hidup khususnya bagi mustahik (penerima zakat).

Indonesia memiliki tantangan untuk mencapai tujuan kesejahteraan dari penetapan aturan tersebut, namun masih belum optimalnya pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, sehingga sebagian penduduk Indonesia masih berada dalam lingkup kemiskinan.

Dalam rangka mendorong pemenuhan kebutuhan dasar mustahik yang tertuang dalam maqasid syariah dan peningkatan ekonomi, YBM-BRI berinisiatif membuat PKUR dengan visi mendorong kemandirian usaha untuk perbaikan kualitas hidup mustahik

Sedangkan misinya adalah mewujudkan role model program pemberdayaan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan keterampilan dan skala usaha mustahik dan mendorong kemandirian dan daya saing usahanya.

Tujuannya adalah menjembatani keterbatasan sumber daya lembaga dan mustahik dalam program yang berkelanjutan, memberikan bimbingan dan akses permodalan usaha yang reliable, dan meningkatkan motivasi, jaringan dan akses pasar untuk pengembangan usaha.

Kriteria umum dari peserta program adalah individu dengan kategori dhuafa usia produktif dan berkomitmen mengikuti ketentuan program PKUR.

Dalam program terdapat mitra pendamping yang mendampingi minimal 10 orang dan maksimal 20 orang dengan 1 jenis usaha atau beberapa jenis usaha.

Lokasi binaan program berada di berbagai daerah di seluruh Indonesia.*

Baca juga: Zakat, modal umat membantu kelompok marjinal

Baca juga: Dana zakat didayagunakan YBM-BRI capai Rp128,8 miliar

Baca juga: Menko PMK: Zakat kekuatan umat untuk tanggulangi kemiskinan

Pewarta: Andi Jauhary
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020