• Beranda
  • Berita
  • Survei: Masyarakat tidak mau pemilu presiden dan legislatif serentak

Survei: Masyarakat tidak mau pemilu presiden dan legislatif serentak

23 Februari 2020 17:48 WIB
Survei: Masyarakat tidak mau pemilu presiden dan legislatif serentak
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno (kiri) saat memaparkan rilis survei nasional proyeksi politik 2024 di Jakarta, Minggu (23/2/2020). ANTARA/Abdu Faisal/am.

... Capek juga kalau politik ini selalu hadir di tengah mereka. Sementara kebutuhan ekonomi Indonesia maju yang terus mereka harapkan...

Dua lembaga survei politik yaitu Politika Research and Consulting (PRC) dan Parameter Politik Indonesia (PPI) meluncurkan hasil survei terkini mengenai proyeksi politik 2024.

Adapun mayoritas masyarakat ternyata tidak ingin lagi ada pemilu digelar serentak untuk memilih presiden dan legislatif sebagaimana yang pernah dilakukan pada 2019 lalu.

"Masyarakat responden kami di bawah itu menginginkan Pileg dan Pilpres itu untuk dipisah. Jadi ini juga menjadi masukan partai politik, bahwa masyarakat yang menginginkan Pileg dan Pilpres itu dipisah presentasenya di angka 56,4 persen," ujar Direktur Eksekutif PPI, Adi Prayitno, di Jakarta, Minggu.

Baca juga: Komite I DPD berharap tahapan pemilu dipersingkat

Ia mengatakan alasan responden sederhana, hanya karena merasa infrastruktur politik di Indonesia yang menunjang untuk kedua pemilihan itu dilaksanakan serentak masih belum maksimal.

Ia menambahkan, banyaknya kasus petugas pemilu yang meninggal dunia juga menjadi catatan penting masyarakat yang menginginkan supaya kedua pemilihan itu dilaksanakan terpisah. 

Akan tetapi tentu harus dipikirkan secara seksama bagaimana proyeksi pemilu 2024 tidak membuat catatan-catatan buruk dari masyarakat itu kembali terulang.

Baca juga: Soal ambang batas DPR, Gerindra beri sikap usai rakernas Maret 2020

Kendati mayoritas masyarakat memilih kedua pemilihan itu dilaksanakan dipisah, ada 36,8 persen masyarakat yang masih menganggap Pileg dan Pilpres serentak masih baik untuk dilakukan karena dapat mengefisienkan waktu politik hadir di tengah masyarakat.

Penggabungan kedua pemilihan itu juga dianggap dapat mengefisienkan penggunaan anggaran.

Efisiensi tersebut, kata dia, sejalan dengan harapan publik untuk mewujudkan Indonesia maju dan makmur dalam setiap penyelenggaraan pemilu yang presentasenya mencapai 70,5 persen.

Baca juga: UU Pemilu jadi yang terbanyak diuji materi di Mahkamah Konstitusi

"Harapan publik dalam setiap pemilu (selalu) pasti bagaimana Indonesia itu maju, makmur, adil, dan mampu menciptakan lapangan kerja. Itu pasti selalu menjadi kriteria dan preferensi utama bagaimana harapan adanya pemilu," ujar dia.

Harapan publik tadi, menurut dia, tidak akan dirasakan lagi apabila politik selalu hadir mengisi obrolan di tengah masyarakat melalui Pemilu. "Capek juga kalau politik ini selalu hadir di tengah mereka. Sementara kebutuhan ekonomi Indonesia maju yang terus mereka harapkan," kata dia.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020