"Kalau kita ingin membangun KSPN di sekitar Borobudur maka peta kegempaan harus diacu. Presiden sudah perintahkan, ilmuwan sudah perintahkan, gambar sudah diberikan," kata Ganjar saat memberi pengarahan dalam Workshop Penerapan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 dan SNI Bidang Bahan, Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Perencanaan Struktur Gedung (Bangunan Tahan Gempa) di Hotel Santika Semarang, Senin.
Ganjar menyebutkan patahan aktif di Jawa Tengah terdapat di beberapa titik, mulai dari wilayah paling barat ada Baribis Kendeng di Brebes dan Pemalang dengan potensi rata-rata pergeseran 4,5 mm per tahun.
Baca juga: Pengembangan situs-situs kawasan Borobudur upaya penyebaran pengunjung
Kemudian ada di Semarang dan di Muria, Demak, Pati, Purwodadi, Ungaran, dengan rata-rata yang lebih kecil atau pelan. Wilayah lainnya ada juga Kawasan Rawapening, Opak-pak, kemudian Merapi-Merbabu, dan Tegal-Ajibarang.
"Maka forum hari ini bagus, kami senang didatangi para pakar hari ini. Kami harap semua melek bahwa kita hidup di daerah-daerah bahaya. Mikro zonasi yang diberikan boleh BMKG sudah ada sehingga semuanya nanti bisa diberikan kepada publik yang membangun," ujarnya.
Sementara itu, khusus daerah Jawa Bagian Utara dan Pantai Utara memiliki potensi gempa yang lebih sedikit meskipun dilalui patahan mikro dan bencana yang terjadi di kawasan ini lebih banyak berupa penurunan permukaan tanah serta banjir.
Baca juga: BOB targetkan bangun 1.200 kamar hotel di Menoreh
"Potensi gempa, ada petanya, tapi dalam sejarahnya ada di titik-titik tadi. Mungkin kalau Pantura bukan itu (gempa) bencananya," katanya.
Selain itu, Ganjar juga mengingatkan kepada pihak pengembang yang akan mendirikan bangunan agar berorientasi pada peta kegempaan dan jangan memaksakan membangun di daerah yang berbahaya.
"Saya ingin para 'developer' kalau membangun sekarang berorientasilah, ikatan arsitek bantulah. Kalau mau bangun dibaca peta geologisnya, peta kegempaannya dibaca," ujarnya.
Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020