Menurut dia, hal itu membanggakan karena berarti dunia menganggap Indonesia sebagai negara maju. Namun di sisi lain, harus ada langkah antisipasi yang disiapkan terutama untuk menghadapi kebijakan internasional yang mengikuti perubahan status itu.
"Kalau saya pribadi ini kan pengakuan internasional berarti dunia menganggap Indonesia maju. Buat saya bagus dan membanggakan namun ada dampak-dampak segi kebijakan internasional yang harus disesuaikan," katanya di Jakarta, Selasa.
Sandi meminta kolaborasi yang baik antara pemerintah dengan dunia usaha terkait kemungkinan dampak yang dihadapi.
Baca juga: Luhut: Jangan buruk sangka Indonesia keluar dari negara berkembang
Ia mengaku khawatir jika tidak disosialisasikan dengan baik, nantinya justru akan menggerus daya saing dan mengurangi investasi yang masuk ke Tanah Air.
"Makanya harus dihitung secara cermat, saya ga mau ada perusahaan yang harus melakukan pengurangan tenaga kerja karena Indonesia dikatakan negara maju padahal sebetulnya adalah strategi dan upaya kebijakan mereka (AS)," katanya.
Mantan Calon Wakil Presiden pada Pilpres 2019 itu menuturkan perlu ada analisa atas perubahan status tersebut. Pasalnya, kriteria negara maju adalah negara dengan penghasilan per kapita di atas 15 ribu dolar AS hingga 17 ribu dolar AS.
Baca juga: Status Indonesia tidak pengaruhi fasilitas GSP, kata Wamendag
"Indonesia masih sangat jauh, pendapatan per kapita masih 4 ribu dolar per AS," katanya.
Selain dari penghasilan per kapita, kriteria negara maju lainnya seperti tingkat kemiskinan, pendidiman dan kesehatan juga perlu kembali dilihat.
Indonesia, lanjut Sandi, sangat siap untuk menjadi negara maju. Salah satu cara yakni dengan meningkatkan output ekonomi yakni dengan mendorong investasi yang bisa menciptakan lapangan kerja. Demikian pula emberdayaan UMKM yang tidak boleh ditinggalkan.
"Dua kunci itu jadi ukurannya," katanya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020