"Kami menyampaikan beberapa hal, pertama kita minta RUU Cipta Kerja ini didiskusikan ulang," kata Presiden KSPI Said Iqbal, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu.
Said menilai proses pembuatan RUU Cipta Kerja selama ini berlangsung tertutup, tidak melibatkan partisipasi publik, dan tergesa-gesa.
Baca juga: Ini isi RUU Cipta Kerja
Bahkan, kata dia, tidak sesuai apa yang diharapkan oleh Presiden, yaitu mengundang investasi datang ke Indonesia, tetapi secara bersamaan tetap menjaga kesejahteraan para buruh.
"Presiden kan juga meminta sebaiknya melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses pembuatan RUU Cipta Kerja, kemudian ada 'public hearing', uji publik, dan jangan ada penumpang gelap," katanya.
Baca juga: DPR gelar rapim RUU Omnibus Law pada masa sidang mendatang
Yang kedua, kata dia, tentu diharapkan perubahan terhadap RUU Cipta Kerja dan itupun bisa dilakukan karena masih berupa draf rancangan undang-undang.
"Kata Pak Mahfud bisa berubah, kan masih RUU. Bisa berubahnya itu bisa saja pasalnya yang berubah, yang kedua mungkin juga ada yang kita belum memahami karena belum kuat bacaannya. Berarti, kurang memahami dan bacaannya belum sama, ya, disamakan dulu saja persepsinya," katanya.
Dalam pertemuan itu, hadir pula Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, serta perwakilan dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Baca juga: RUU Cipta Kerja untuk sinkronkan kebijakan pusat dan daerah
Menurut Said, setidaknya sembilan alasan yang disampaikan terkait penolakan RUU Cipta Kerja, di antaranya upah minimum hilang, pesangon hilang, jam kerja yang bersifat eksploitatif, "outsourcing" seumur hidup, dan kontrak seumur hidup.
Mengenai tanggapan Menko Polhukam Mahfud MD, Said menjelaskan pada prinsipnya Mahfud menyampaikan bahwa apa yang disampaikan KSPI mengenai RUU Cipta Kerja tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah.
"Oleh karena itu, beliau meminta pejabat eselon terkait yang hadir dan Mendag untuk mencatat dan mendiskusikan ulang apa yang telah disampaikan serikat buruh," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020