Pada akhir 2018, Pemerintah Jepang membuka program SSW kepada delapan negara di Asia, antara lain Indonesia, Vietnam, dan China, dengan kuota yang disebut sekitar 345.000 slot tenaga kerja dari 14 sektor, seperti keperawatan, manufaktur, konstruksi bangunan, dan penerbangan.
Baca juga: Ratusan kader Ansor ikuti seleksi program magang ke Jepang
"Angka 345.000 sekian itu baru perencanaan tenaga kerja Jepang, belum kebutuhan labour market (pasar kerja), dan ini harus dibedakan. Dari 14 sektor yang disediakan, Pemerintah Indonesia meminta kepada Pemerintah Jepang agar merincikan apa saja deskripsi pekerjaannya," ujar Roostiawati di Jakarta, Jumat.
Misalnya, kata Roostiawati, pada sektor konstruksi Jepang membutuhkan 40.000, namun belum ada rincian posisi pekerjaan apa saja yang tersedia, sementara pencari kerja di Indonesia harus mengetahui secara jelas posisi yang dilamar.
Baca juga: Kemampuan berbahasa jadi syarat penting bekerja di Jepang
Lebih lanjut, menurut Roostiawati sebetulnya Jepang sudah mulai menanggapi permintaan ini dengan mengumpulkan asosiasi pencari tenaga kerja, hanya saja dari pihak asosiasi pun belum menyertakan rincian pekerjaan yang mereka perlukan, masih berupa perencanaan.
"Kami sudah buka situs ayokitakerja.kemnaker.go.id, perusahaan-perusahaan Jepang bisa mengakses untuk membagikan lowongan, pencari kerja juga bisa masuk sana. Melalui sistem, mereka akan bisa dipertemukan. Tapi sampai saat ini, perusahaan yang mendaftar masih sangat sedikit," kata dia menambahkan.
Baca juga: 448 calon TKI ikuti tes ke Jepang
Menurut data Kemnaker, sejauh ini baru ada sebanyak 222 tenaga kerja dari beragam sektor yang berangkat ke Jepang setelah dipertemukan dengan perusahaan melalui sistem tersebut.
Terlepas dari persoalan rincian tersebut, Atase Ketenagakerjaan Kedutaan Besar Jepang di Indonesia Kazushige Ashida menyebut pada sektor keperawatan, tenaga kerja Indonesia yang sebelumnya mengikuti program di bawah skema Economic Partnership Agreement (EPA) berpeluang mendapat slot pekerjaan dari SSW tanpa perlu mengikuti ujian teknis dan bahasa Jepang.
Program EPA sendiri dimulai pada tahun 2008 dengan dua jenis profesi yang ditawarkan, yakni perawat medis dan perawat bagi lanjut usia. Melalui program ini, para calon perawat dikirim ke Jepang untuk menjalani pelatihan keterampilan dan kebahasaan, hingga mengikuti ujian untuk mendapatkan sertifikasi.
Pewarta: Suwanti
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020