Tiga siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN ) 1 Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang menjadi juara nasional dengan mengusung penelitian mengenai manfaat akar kayu laban (vitex pinnata L) untuk pengobatan penyakit diabetes (kencing manis) mengantarkan mereka mewakili Indonesia pada lomba sains internasional di Istanbul, Turki.Kami optimistis siswi kami ini nanti juga akan mampu berprestasi di tingkat internasional. Untuk itu kami memohon dukungan semua pihak, khususnya terkait dana karena ini pembiayaannya secara mandiri
"Kami optimistis siswi kami ini nanti juga akan mampu berprestasi di tingkat internasional. Untuk itu kami memohon dukungan semua pihak, khususnya terkait dana karena ini pembiayaannya secara mandiri," kata Kepala MTsN 1 Kotawaringin Timur (Kotim) Djumali di Sampit, Kalimantan Tengah, Sabtu.
Tiga siswi berprestasi yang meneliti kayu laban -- obat tradisional masyarakat suku Dayak Kalteng itu, yang juga sering disebut halaban -- adalah Hanuf Nurwiyanti, Nidauljannah dan Selvizah Lailatul Jannah.
Mereka adalah siswi kelas VIII MTsN I Sampit di mana untuk mempersiapkan materi lomba dibantu tiga guru pendamping yaitu Tri lisdiyaningsih, Hatmiati dan Rini Haria Susanti.
Pelajar tersebut mengikuti lomba National Science and Engineering Competition (NSEC) 2020 yang dilaksanakan di Jakarta oleh Indonesia Scientific Society (ISS) pada Desember 2019.
Lomba itu diikuti puluhan tim dari kalangan pelajar SMP sederajat, SMA sederajat dan mahasiswa di Indonesia.
Hanuf dan kawan-kawan mengikuti lomba bidang sains yaitu penelitian ilmu hayati. Ketiga siswi ini mengangkat tema "Pemanfaatan Akar Kayu Laban (vitex pinnata L) Sebagai Pengobatan Alternatif Diabetes Suku Dayak Kalimantan Tengah".
Menurut Djumali, gagasan itu muncul dari ketiga siswi itu sebagai bentuk keprihatinan mereka terhadap tingginya penderita diabetes di dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, di Kalteng sendiri penyakit diabetes disebutkan merupakan penyakit ketiga penyebab kematian tertinggi setelah stroke dan jantung.
Mereka kemudian berpikir untuk meneliti pengobatan alternatif memanfaatkan kayu laban atau halaban yang sejak dulu sering digunakan masyarakat suku Dayak untuk berbagai jenis penyakit.
Dari hasil penelitian kayu itu, katanya, laban terbukti memiliki kandungan saponin, tanin, alkaloid dan steroid. Zat-zat yang terkandung dalam akar kayu yang batangnya sering dimanfaatkan untuk membuat bangunan dan arang bakar ini diyakini mampu menurunkan kadar gula dalam darah.
Pemanfaatan akar laban dilakukan dengan cara memarut akar menjadi serbuk, kemudian direbus selama 15 menit. Air rebusannya didinginkan, lalu diminum pada pagi dan malam sebelum tidur. Untuk mendapatkan manfaat terbaik, disarankan sementara itu tidak mengonsumsi obat-obatan atau ramuan lain.
Selain membuktikan melalui uji laboratorium, obat alternatif ini juga sudah diujikan kepada dua partisipan yang merupakan penderita penyakit diabetes. Mereka meminum air rebusan akar halaban selama satu hari yakni dua kali minum.
"Hasilnya, kadar gula dalam darah kedua partisipan itu turun cukup signifikan. Namun penurunan kadar gula dalam darah salah satu partisipan yang juga mengonsumsi obat lain di saat bersamaan, tidak sebesar partisipan yang hanya meminum air rebusan akar kayu halaban," katanya.
Hasil pemeriksaan laboratorium kadar gula dalam darah kedua partisipan yaitu turun dari 225 menjadi 202 mg/dl dan 221 menjadi 151 mg/dl. Artinya ada penurunan kadar gula dalam darah sebesar 23 mg/dl dan 70 mg/dl dari kedua partisipan setelah meminum air rebusan akar laban atau halaban.
Atas hasil yang meyakinkan itu, tim MTsN 1 Kotawaringin Timur yang terdiri dari Hanuf Nurwiyanti, Nidauljannah dan Selvizah Lailatul Jannah dinobatkan menjadi juara I dalam lomba bergengsi tersebut yang hasilnya baru diumumkan.
Sedangkan juara II dan III diraih dari dua SMA di daerah lain.
Hasil itu membuat ketiga siswi MTsN 1 Kotawaringin Timur ini berhak mewakili Indonesia pada ajang serupa tingkat internasional di Istanbul Turki yang rencananya digelar Oktober 2020. Mereka akan bertolak bersama lima tim lainnya yang mewakili Indonesia pada kategori masing-masing.
"Kami berharap ini bermanfaat bagi masyarakat luas untuk membantu di bidang kesehatan. Untuk menghadapi lomba di Turki, kami terus memantapkan persiapan, termasuk latihan paparan. Saat lomba di Jakarta kemarin kami hanya mengirim materi hasil penelitian, tidak ada paparan," kata Hanuf Nurwiyanti, salah satu dari ketiga siswi itu.
Sementara itu guru pembimbing Tri Lisdiyaningsih mengatakan, pihaknya terus membantu ketiga siswi untuk mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba tingkat internasional.
Selain persiapan secara teknis dan mental, dia mengakui pihak sekolah juga berupaya mencari dana untuk memberangkatkan tim karena harus dibiayai secara mandiri.
"Kami berharap dukungan dana dari pemerintah provinsi atau gubernur dan dari daerah sendiri yaitu bupati dan DPRD serta pihak-pihak terkait karena ini kan membawa nama baik Indonesia dan daerah kita juga," kata Tri Lisdiyaningsih.
Dia menggambarkan biaya yang dibutuhkan untuk menuju Istanbul Turki sekitar Rp26,5 juta per orang. Biaya itu belum termasuk keberangkatan ke Jakarta dan persiapan lain yang harus dilakukan sebelum keberangkatan.
Selain dibimbing guru di sekolah, ketiga siswi juga akan dibimbing oleh tim di tingkat nasional untuk mengembangkan dan mempersiapkan mereka agar mampu menampilkan yang terbaik saat lomba tingkat internasional nanti.
Sementara itu berdasarkan data, pada 2017 lalu ada dua siswi Kotawaringin Timur yang juga mengharumkan nama Indonesia yakni siswi SMAN 1 Sampit yakni Sabrina Salwa Sabila dan Gusti Salsabila.
Saat itu mereka meraih penghargaan khusus Life Sciences pada ajang International Conference of Young Scientists (ICYS) di Stuttgart Jerman.
Kedua siswi itu meraih prestasi melalui penelitian obat tradisional Dayak yakni manfaat kulit kayu halaban untuk mengobati radang amandel. Prestasi demi prestasi yang diraih ini sekaligus menunjukkan bahwa daerah ini memiliki kandungan sumber daya alam yang sangat luar biasa, salah satunya di bidang kesehatan.
Pewarta: Kasriadi/Norjani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020