Anggota Komisi VI DPR Lamhot Sinaga mengingatkan pemerintah agar harga gas industri, yang akan ditetapkan, tidak mematikan bisnis minyak dan gas bumi.Tidak akan sehat jika tujuh sektor industrinya tumbuh, tapi badan usaha pengelola migas menjadi terkendala 'sustainability' usahanya
Menurut dia, Perpres No 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi memiliki tujuan baik yaitu agar sektor industri tertentu yang kinerja dan kontribusinya terus menurun terhadap perekonomian nasional, dapat berdaya saing dan tumbuh lebih kuat.
Baca juga: Menperin sebut harga gas industri harus kompetitif
Namun, Lamhot dalam rilis di Jakarta, Senin menegaskan kebijakan itu harus menjaga pengelolaan korporasi baik BUMN, swasta, industri dan pengembangan infrastruktur migas yang menjadi target pemerintah dapat berjalan dengan baik.
Penetapan harga gas ini jangan sampai mematikan pengembangan pemanfaatan energi gas bumi dan mengurangi daya tarik investasi, baik di sektor hulu maupun hilir migas.
Hal ini, lanjutnya, penting mengingat pembangunan infrastruktur hilir gas dan eksplorasi lapangan baru migas memiliki posisi yang strategis untuk mewujudkan kemandirian energi nasional.
"Tidak akan sehat jika tujuh sektor industrinya tumbuh, tapi badan usaha pengelola migas menjadi terkendala sustainability usahanya sehingga energi hanya dinikmati segelintir pihak karena infrastruktur tidak terbangun optimal dan merata menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Termasuk pula investasi hulu yang terganggu karena harga migas tidak masuk keekonomian bisnis. Itu malah berbahaya," jelasnya.
Lebih jauh Lamhot menjelaskan ketergantungan Indonesia dari impor energi harus disikapi dengan kebijakan strategis.
Dengan cadangan gas bumi yang jauh lebih besar daripada minyak bumi, sudah seharusnya Indonesia memprioritaskan pembangunan infrastruktur gas di dalam negeri.
Apalagi, sampai kini di hilir gas, jaringan infrastrukturnya belum tersambung secara merata di Indonesia.
Ia kemudian mencontohkan jaringan pipa di Sumatera, Jawa bagian tengah, dan beberapa lokasi di Kalimantan serta Sulawesi yang belum tersambung infrastruktur gas.
Menurutnya, dengan iklim investasi di hulu migas yang menarik dan ada jaminan pengembalian investasi di hilir gas bumi akan memberikan kepastian pengembangan infrastruktur gas, maka diharapkan akan semakin banyak pelaku industri di berbagai wilayah yang dapat menikmati gas bumi.
Sementara itu, pengamat energi Center For Energy Policy Kholid Syeirazi mengatakan Perpres 40/2016 pada Pasal 3 ayat 1 menyatakan dalam hal harga gas bumi tidak dapat memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas bumi lebih tinggi dari enam dolar AS/MMBTU, menteri dapat menetapkan harga gas tertentu.
Artinya sesuai beleid itu bahwa harga gas enam dolar per MMBTU itu berlaku untuk harga dari sektor hulu bukan di titik konsumen.
"Hal itu sesungguhnya juga telah berjalan. Saat ini, agregat gas hulu di Indonesia sekitar 5,4-5,8 dolar AS per MMBTU," ujarnya.
Baca juga: Dapat pasokan LNG dari Pertamina, PLN hemat Rp4 triliun per tahun
Baca juga: Ekonom sebut gas Indonesia tidak mahal
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020