• Beranda
  • Berita
  • Banjir Bandang Bisa Dideteksi dari Cold Surge dan MJO

Banjir Bandang Bisa Dideteksi dari Cold Surge dan MJO

20 Februari 2009 16:09 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Banjir bandang seperti yang terjadi pada 1996, 2002, dan 2007 bisa dideteksi lebih dini melalui cold surge dan MJO (maden-julian oscillation) yang biasanya datang satu atau dua minggu sebelumnya.

"Dengan mengamati fenomena coldsurge di kawasan Hongkong seminggu sebelumnya bisa mendeteksi apakah akan ada banjir bandang di ibukota Jakarta atau tidak pada puncak musim hujan Februari," kata Pakar Klimatologi dari BPPT Dr Edvin Aldrian di Jakarta, Jumat.

Cold surge
merupakan massa udara dingin yang terbawa oleh sirkulasi angin utara-selatan (meredional) akibat gangguan tekanan tinggi di kawasan Siberia mengalir ke kawasan ekuator dan ke selatan melalui pesisir utara Jawa.

Sedangkan MJO merupakan gangguan atmosfer dalam bentuk osilasi gelombang yang mengalir dari barat ke timur dengan periode 30-50 harian.

Pada 2007 seminggu sebelum banjir bandang di Jakarta, di Hongkong terjadi hujan salju yang sangat dingin. "Hujan salju di Hongkong pada bulan Januari perlu diwaspadai sebagai datangnya cold surge dari Siberia yang akan segera melalui pesisir Jawa beberapa hari berikutnya," katanya.

Ciri lainnya dari hadirnya cold surge adalah kebakaran hutan di kawasan Riau karena cold surge menyebabkan udara kering.

Demikian pula hadirnya MJO yang berciri kering pada Desember hingga Januari bisa berarti malapetaka pada Februari, seperti pada banjir bandang 2007, karena MJO kering biasanya diikuti MJO basah.

"Jika MJO basah muncul sedikit demi sedikit sejak Desember 2008 hingga awal Januari 2009, berarti tidak ada energi yang tertahan ketika menuju puncak musim hujan pada awal Februari, sehingga banjir bandang kecil kemungkinan," katanya.

Selain cold surge dan MJO penyebab banjir bandang, ada pula pusaran massa udara di baratdaya Jawa yang biasa muncul pada bulan Januari-Februari, kemunculan bibit-bibit badai ini akan menarik angin Siberia (cold surge) ke selatan lebih cepat dan ikut memperbesar curah hujan di kawasan pesisir Jawa, ujarnya.

"Bibit-bibit badai ini bisa terdeteksi sekitar tiga hari sebelum mencapai puncaknya," katanya.

Sedangkan kondisi iklim regional El Nino/La Nina Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) dari Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, menurut dia, tidak banyak berpengaruh pada potensi banjir bandang.

"La Nina-El Nino adalah penanda musim kemarau apakah basah atau kering. Beberapa studi mengungkap pengaruhnya kuat hanya pada bulan September-Oktober namun pada Desember-Januari lemah, sehingga sulit untuk menjadi indikator banjir," katanya.
(*)


Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009