Bekas Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan Sekretaris Menpora yang saat ini masih menjabat Gatot S Dewa Broto saling silat lidah saat sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.Termasuk dengan Pak Tono (Ketua KONI saat itu) terkait masalah gaji PNS, bapak tidak izin ke saya langsung mengumumkan sendiri, setelah rapat baru memberi tahu ke saya. apakah begitu etika birokrat?
"Saya ucapkan terimakasih kepada saudara saksi terima kasih, bapak betul-betul memberikan kesaksian di sini dan saya tahu bapak emosi sekali di sini dan akhirnya itu terkuak agenda yang sebenarnya ada dibenak bapak," kata Imam di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.
Imam adalah terdakwa dalam perkara ini, ia didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Ulum dalam dakwaan Imam disebut perantara penerima uang tersebut.
Baca juga: Nahrawi: Pencopotan Alfitra sebagai Sesmenpora karena temuan BPK
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Gatot S Dewa Broto sebagai saksi untuk Imam.
"Bahwa setelah saya mundur, 2 menit setelah saya meninggalkan Kemenpora bapak langsung jumpa pers dan mengatakan saya siap sebagai plt (pelaksana tugas) Menpora," ungkap Imam.
Imam Nahrawi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama-sama dengan asisten pribadinya Miftahul Ulum pada 18 September 2019. Imam lalu mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Jokowi pada 19 September 2019, dan pada hari itu juga melakukan perpisahan singkat di Kemenpora.
"Dan itulah sesungguhnya saya bersyukur kepada Allah SWT, sementara ini saya percaya ternyata bapak punya agenda di belakang saya. Tentu saya tidak menyesali itu dan saya sudah memaafkan bapak, bapak adalah saudara saya selamanya semoga bapak nanti diberikan jalan lapang oleh Allah SWT," tambah Imam lagi.
Imam pun mengaku meminta Gatot mundur karena ada beberapa hal yang ia minta dari Gatot, tapi ternyata sebatas laporan saja.
"Beberapa tahun saya minta tapi tidak jadi-jadi, TVPORA sudah diresmikan tapi tidak jalan, padahal bapak Sesmenpora bapak yang mengerti rumah tangga. Saya mengangkat juru bicara juga tidak difungsikan karena bapak menjadi juru bicara terus-menerus," ungkap Imam.
Baca juga: BPK temukan anggaran tak dapat dipertanggungjawabkan di Kemenpora
Bahkan menurut Imam, sejumlah hal yang masih dirapatkan di Istana Negara dan tidak boleh diumumkan oleh siapa pun malah diumumkan oleh Gatot.
"Termasuk dengan Pak Tono (Ketua KONI saat itu) terkait masalah gaji PNS, bapak tidak izin ke saya langsung mengumumkan sendiri, setelah rapat baru memberi tahu ke saya. apakah begitu etika birokrat?" kata Imam menegaskan.
Imam juga menanggapi soal kesaksian Gatot yang mengatakan bahwa pergantian Kepala Sub-Bagian Urusan Dalam Kemenpora, Muhammad Angga menjadi Atun karena tidak kooperatif untuk menyerahkan uang ke Ulum.
"Kemudian yang perlu saya tanggapi bahwa tentang Angga dan Bu Atun. Saya tahu Angga adalah orang bapak dan ibu Lina adalah istri bapak dan saya tahu yang mengerjakan kerumahtanggaan itu adalah Angga dan bahkan rumornya saat itu sedang melakukan renovasi rumah bapak," ucap Imam.
Ia mengaku meminta Angga diganti bukan karena alasan itu, tapi karena Angga tidak mengerjakan sejumlah perintahnya seperti pergantian karpet di kantor.
"Saya minta karpet dan wallpaper diganti, tapi alhamdulillah sangat lama sekali baru diganti, akhirnya saya konsultasi staf yang ada di lantai 10 karena bapak kantornya di lantai 3 dan bapak bersama istri tidur di kantor, bapak bersama bu Lina baru kemudian saya membuat surat edaran, tidak boleh siapa pun tidur di kantor," ujar Imam menjelaskan.
Baca juga: Eks Menpora Imam Nahrawi: Siap-siap saja yang merasa terima dana KONI
Imam mengaku ia pun mencari perempuan untuk menjadi kepala rumah tangga Sekretarian Kemenpora sehingga mempercepat urusan pengadaan karpet.
"Dan tentu itu bukan ranah menteri, itu ranah Sesmenpora semoga bapak tahu tentang itu. Kemudian tentang Lina, saya baru ingat, Bu Lina bapak antar-ke ruangan saya waktu itu dan bapak duduk bersama Lina, dan saya dengar apa laporan," kata Imam.
Sebelumnya Gatot mengaku ia mengantarkan Lina ke ruangan Imam karena Lina mendapat laporan soal temuan BPK. "Saya tidak sampai duduk. Demi Allah," jawab Gatot.
"Ternyata laporannya bahwa ada temuan BPK dan saya perintahkan segera ditindaklanjuti, Pak Sesmen tolong segera tindaklanjuti, setelah itu selesai. Saya baru ingat di sini. Terima kasih Pak Sesmen mengingatkan saya," ungkap Imam.
Dalam perkara ini mantan Menpora Imam Nahrawi bersama-sama dengan asisten pribadinya Miftahul Ulum didakwa menerima suap totalnya sejumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy yaitu terkait proprosal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program Asian Games dan Asian Para Games 2018 serta proposal dukungan KONI Pusat dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berpresetasi tahun 2018.
Baca juga: Bekas Menpora Imam Nahrawi disebut rotasi orang yang tidak kooperatif
Sedangkan dalam dakwaan kedua Imam didakwa menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp8,648 miliar dengan rincian Rp300 juta dari Ending Fuad Hamidy; uang Rp4,948 miliar sebagai tambahan operasional Menpora RI, Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI tahun anggaran 2015-2016.
Selanjutnya penerimaan uang Rp1 milliar dari Edward Taufan Panjaitan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) program Satlak Prima 2016-2017 dan uang sejumlah Rp400 juta dari Supriyono selaku BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) tahun 2017-2018 dari KONI Pusat.
Baca juga: Mantan Ketua KONI akui minta percepatan pencairan dana hibah Kemenpora
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020