Kementerian Kelautan dan Perikanan saat menggelar sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan meminta kepada para pengusaha agar memperjelas ketertelusuran asal ikan sebelum sampai ke konsumen.Mayoritas negara pengimpor produk perikanan meminta ketertelusuran asal ikan dari praproduksi, pengolahan, distribusi hingga diterima oleh konsumen (traceability)...,
Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina di Makassar, Kamis mengatakan salah satu substansi dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 itu yakni ketertelusuran.
"Mayoritas negara pengimpor produk perikanan meminta ketertelusuran asal ikan dari praproduksi, pengolahan, distribusi hingga diterima oleh konsumen (traceability)," ujarnya.
Baca juga: Agar bisa ekspor, AS berikan asistensi ketelusuran produk ikan RI
Kegiatan sosialisasi UU 21/2019 yang dihadiri 200 pelaku usaha pertanian dan perikanan kelautan serta instansi terkait di wilayah Sulawesi Selatan ini mengatakan peran dan fungsi dalam aturan ini semakin dipertegas.
Ia mengatakan tujuan dari sosialisasi UU Nomor 21 Tahun 2019 ini adalah untuk memberikan informasi yang mutakhir dan pemahaman regulasi kepada pemangku kepentingan dan instansi mitra karantina di Sulawesi Selatan.
Rina menyatakan penyelenggaraan karantina telah banyak melalui perubahan dan perkembangan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
Baca juga: Indonesia ekspor produk perikanan senilai Rp13,3 miliar
"Pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan sebagai dasar hukum penyelenggaraan karantina di Indonesia sudah tidak mampu mengikuti perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat, oleh karena itu melalui inisiatif DPR, sejak tahun 2016 pemerintah dan DPR melakukan penyusunan perubahan UU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan," katanya.
Dia menjelaskan beberapa perubahan pada UU Nomor 21 Tahun 2019 dari aturan sebelumnya yaitu UU Nomor 16 Tahun 1992 antara lain, pengertian karantina.
"Pada praktek perkarantinaan tidak dapat dipisahkan antara risiko penyakit dengan keamanan pangan, karena limbah-limbah perusahaan pengolahan ikan juga masih berpotensi untuk menyebarkan penyakit ikan, dan pola makan manusia yang mengkonsumsi ikan mentah yang dianggap lebih sehat dan lebih bergengsi dapat mengandung organisme yang bersifat zoonosis dan cemaran kimia berbahaya yang berasal dari lingkungan perairan habitat hidupnya," katanya.
Baca juga: Batam cek perizinan perusahaan pengimpor sarden bercacing
Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020