"Ada permintaan dari Ulum sebesar Rp500-700 juta untuk kegiatan keagamaan, tapi saya sampaikan bahwa kita tidak punya peruntukan keuangan untuk bantuan organisasi keagamaan, tapi karena Ulum mendesak terus, saya akhirnya telepon Sekjen KONI, Hamidy kebetulan dia pengusaha dan saya minta bantuan dia," kata Alfitra di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Alfitra menjadi saksi untuk mantan Menpora Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Ulum dalam dakwaan Imam disebut perantara penerima uang tersebut.
"Karena Pak Hamidy ini adalah seorang pengusaha, dia punya uang ya dia akhirnya dibantu, saya disampaikan ke Pak Hamidy bantu sekitar Rp300 juta," ungkap Alfitra.
Hamidy yang dimaksud adalah Ending Fuad Hamidy yang sudah divonis 2 tahun dan 8 bulan penjara dalam perkara yang sama.
"Sebetulnya bulan Agustus 2015 saya juga sudah ingin menyampaikan pengunduran diri, kepada terdakwa (Imam Nahrawi), tapi 'timing' belum tepat, surat pengunduran diri itu saya cabut lagi," tambah Alfitra.
Alfitra diketahui mengundurkan diri pada Juni 2016, ia menjabat sebagai Sesmenpora sejak 2014.
Uang Rp300 juta itu diberikan melalui bendahara pengeluaran pembantu (BPP) Kemenpora Lina Nurhasanah. Lina diketahui juga staf di KONI.
"Pak Hamidy menghubungi Lina, kemudian Lina saat itu koordinasi ke saya untuk menyiapkan tiket pergi ke Surabaya. Saya dengan pak Hamidy pergi ke Surabaya bulan Agustus, kemudian saya ketemu Lina di Surabaya kami pergi ke sebuah kota tujuan, Lina yang bawa uangnya," ungkap Alfitra.
Lina pun berangkat bersama seorang staf yaitu Alverino. Hamidy dan Alfitra lalu bertemu dengan Lina dan Alveriono di restoran di kawasan bandara. Uang pun diberikan ke Hamidy.
Hamidy dan Alfitra lalu membawa uang itu ke Jombang dan menemui Ulum serta Imam Nahrawi di sebuah rumah kontrakan.
"Terdakwa ada di sana, lalu ada juga Ulum, pengawal pribadi dan orang-orang lain saya enggak kenal, ada juga ajudan Arief Susanto," ungkap Alfitra.
Uang lalu diserahkan ke Ulum.
"Saya serahkan langsung uangnya ke Pak Ulum, ada Pak Hamidy di samping, terdakwa ada tapi jaraknya sekitar 15 meter," tambah Alfitra.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Imam Nahrawi menerima gratifikasi senilai total Rp8,648 miliar dengan salah satu penerimaan adalah sebesar Rp300 juta dari Ending Fuad Hamidy. Awalnya Ulum menemui Sekretaris Menpora pada 2015, Alfitra Salamm dan meminta disiapkan uang untuk Imam sejumlah Rp5 miliar dengan mengatakan "Pak Ses mau lanjut nggak? Kalau mau siapkan uang 5 M secepatnya", atas permintaan Ulum tersebut, Aliftra belum bisa memenuhinya.
Selanjutnya pada Agustus 2015, Ulum kembali menemui Alfitra dan menyampaikan "Pak Menteri kan ada kegiatan Muktamar NU di Jombang ni, tolong dibantu". Karena permintaan itu, Alfitra menghubungi Ending selaku Sekjen KONI Pusat dan menyepakati memberi uang sejumlah Rp300 juta untuk Imam.
Uang Rp300 juta diberikan ke Lina Nurhasanah dan meminta Lina membawa uang itu ke Surabaya. Di Surabaya, Lina menyerahkan uang ke Ending dan Alfitra lalu keduanya menuju rumah di Jombang dan menghampiri Imam bersama Ulum dan menyerahkan uang Rp300 juta itu ke Ulum di hadapan Imam.
Baca juga: Mantan Menpora Imam Nahrawi disebut minta dana operasional ke bawahan
Baca juga: Imam Nahrawi didakwa terima suap-gratifikasi Rp20,148 miliar
Baca juga: Saksi sebut aspri Imam Nahrawi minta tambahan biaya untuk Menpora
Baca juga: Mantan Ketua KONI akui minta percepatan pencairan dana hibah Kemenpora
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020