Sebab, Dewas TVRI menganggap ada pelanggaran Pakta Integritas yang sudah disepakati seluruh jajaran direksi kepada Dewas.
“Kalau anda baca pakta integritas itu, misalnya Dewas menegur, itu wajar. Direksi menerima teguran itu masuk dalam Pakta Integritas yang ditandatangani di atas materai 6.000 oleh semua direksi,” kata Max saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Sebelum memecat Helmy, Max juga mendengar kalau Dewas sudah terlebih dahulu melayangkan surat ‘cinta’.
Hal itu kemudian dirasa Dewas TVRI tidak direspon dengan baik, sehingga berujung dengan pemberhentian Helmy Yahya.
Karena hal itulah, menurut Max, Dewas TVRI tidak dapat disalahkan karena hanya menjalankan tugasnya mengawasi direksi.
“Dewas punya hak untuk mengawasi direksi supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Saya masih ingat dulu ada persoalan mengenai Paket Mandra. Paket Mandra yang berpuluh tahun, tiba-tiba dibeli dengan harga signifikan. Saya kira ini juga akan menjadi dilema baru bagi masyarakat,” kata Max.
Hal itu dikarenakan TVRI berbeda dari perusahaan televisi lainnya. TVRI seharusnya berperan melayani masyarakat dengan program-programnya.
“Kita bisa lihat cara kerja TV Publik itu di luar negeri seperti apa. TV Publik memberikan informasi, edukasi, dan pelayanan kepada masyarakat secara utuh. TV Publik harus masuk ke wilayah-wilayah seperti itu,” ujar Max.
Kalau mementingkan yang ada di layar, kata Max, maka yang terjadi adalah persepsi berbeda dari penggunaan anggaran yang didapatkan dari masyarakat.
“Saya kira ini sebuah dilema bagi masyarakat,” kata dia.
Mantan Penyiar TVRI itu pun memberi pesan kepada generasi penerus jabatan struktural dan fungsional di TVRI agar jangan sampai melakukan sesuatu yang tidak berguna bagi karir mereka seperti misalnya melakukan aksi demonstrasi, apalagi ikut bermain politik dengan berpihak kepada pihak-pihak tertentu.
“Dulu juga ada konflik Dewas dan direksi, tapi tidak sampai orang struktural ikut demo. Memang karyawan boleh menyampaikan aspirasi mereka, Karena terbuka untuk dialog. Tapi Jangan hancurkan karir anda untuk kepentingan sesaat seperti sekarang,” kata Max.
Max juga mengingatkan kepada jajaran Dewas TVRI agar mau duduk bersama dan bersatu dengan karyawan untuk menyelamatkan TVRI.
Mantan anggota Komisi I DPR RI itu pun mengingatkan kepada seluruh pihak untuk menahan diri karena kepentingan melayani publik harus diutamakan.
Apalagi Komisi I DPR RI sudah memfasilitasi pertemuan dengan Rapat Dengar Pendapat dengan Dewas, Jajaran Direksi serta mengundang Dirut yang diberhentikan.
"Saya juga dulu pernah begitu. Saya mengerti, ini menyangkut sektor operasional, akan berakibat pada perut. Menyangkut hak hidup juga yang tidak boleh diselewengkan oleh institusi,” kata Max.
Menurut Max, negara Indonesia adalah negara demokrasi yang mengutamakan musyawarah dan mufakat untuk menyelesaikan suatu persoalan.
Karena itu, adanya Komisi I DPR RI memang seharusnya dikondisikan agar musyawarah dan mufakat tadi tetap berjalan.
“Kita kan negara demokrasi, ada undang-undang yang kita pakai. Itu kalau dasarnya ada kinerja yang tidak sesuai dengan kebijakan, atau kalau melenceng dari kebijakan, dampaknya positif atau negatif. Saya minta dialog terbuka bagaimana melihat perubahan TVRI secara utuh, tidak hanya perubahan pada layar,” kata Max pula.
Baca juga: Komite Penyelamatan TVRI apresiasi Suryopratomo mundur dari seleksi
Baca juga: Dewas TVRI: Suryopratomo tolak jabatan Dirut TVRI karena pilih TV lain
Baca juga: Dewas: Pemilihan Dirut PAW Helmy Yahya sudah koordinasi dengan KASN
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020