• Beranda
  • Berita
  • Warga Kota Bogor meninggal karena DBD bertambah satu

Warga Kota Bogor meninggal karena DBD bertambah satu

12 Maret 2020 15:09 WIB
Warga Kota Bogor meninggal karena DBD bertambah satu
Petugas memberikan penanganan medis penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kepada pasien di Unit Gawat Darurat (UGD), Rumah Sakit Umum Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/1/2019). Bupati Bogor Ade Yasin menyatakan sampai hari ini total pasien DBD di Kabupaten Bogor ada peningkatan dari 113 kasus pada minggu ketiga, kini sudah mencapai 231 orang dan lima orang diantaranya meninggal dunia. (ANTARA JABAR/Yulius Satria Wijaya/agr).

Gejala awal DBD mirip dengan gejala demam pada umumnya

Warga Kota Bogor penderita demam berdarah dengue (DBD) meninggal dunia bertambah satu lagi sehingga total menjadi lima orang.

"Jumlah lima orang warga yang meninggal dunia itu, selama periode Januari hingga Maret, sampai Kamis hari ini. Semuanya masih dalam usia anak," kata Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno, di Balai Kota Bogor, Kamis.

Menurut Retno, panggilan Sri Nowo Retno, satu orang lagi anak yang meninggal dunia pada Kamis ini, adalah warga Kelurahan Katulampa, Bogor Timur, Kota Bogor.

Sebelumnya, empat anak di Kota Bogor yang meninggal dunia adalah, satu anak warga Kelurahan Balumbangjaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor, pada Januari. Satu anak lainnya, warga Kelurahan Sempur Bogor Tengah, meninggal dunia, pada Februari.

Baca juga: Kemenkes beberkan beberapa faktor yang sebabkan kematian akibat DBD

Kemudian, dua anak lainnya adalah warga Kelurahan Harjasari Kecamatan Bogor Selatan dan warga Kelurahan Sempur Kecamatan Bogor tengah, meninggal dunia pada Maret.

Retno menjelaskan, lima warga Kota Bogor itu masih usia anak-anak dan sempat dibawa ke rumah sakit, tapi saat dibawa ke rumah sakit sudah dalam kondisi DSS (dengue shock syndrome).

Menurut Sri Nowo Retno, selama Januari hingga Maret, terjadi tren peningkatan kasus DBD, yakni sebanyak 43 kasus pada Januari, kemudian meningkat menjadi 66 kasus pada Februari, serta 21 kasus pada Maret hingga Kamis (12/3)ini.

Retno menjelaskan, pasien DBD itu memang tidak bisa langsung dipastikan DBD, pada hari pertama atau kedua.

Baca juga: Kematian akibat DBD jadi 104 orang, sebut Kemenkes

“Gejala awal DBD mirip dengan gejala demam pada umumnya. Kalau deman tidak turun sampai hari kedua, faskes (fasilitas kesehatan) akan merujuk pasien untuk cek darah di laboratorium,” katanya.

Dari hasil cek darah di laboratorium, kata dia, akan diketahui berapa trombosit pasien yang demam. "Cek darah ini bisa dilakukan lebih dari sekali. Ini akan menjadi indikator, si pasien terkena DBD atau tidak,” katanya.

Retno menuturkan, setelah cek laboratorium dan diketahui trombosit pasien menurun, yang bersangkutan harus dirawat di rumah sakit, dengan diberi cairan infus.

“Pasien juga harus terus dipantau kondisinya, karena pada hari keempat biasanya masuk fase kritis, pasien dijaga agar tidak drop,” ucapnya.

Baca juga: Kena DBD, empat anak meninggal di Kota Bogor

Jika pasien sudah drop dan dalam kondisi dengue shock syndrome baru dibawa ke rumah sakit, itu akan membuatnya sulit ditolong.

Retno pun berpesan kepada warga Kota Bogor untuk menjaga kebersihan lingkungan dan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dengan melakukan tiga hal yakni menguras bak, menutup tempat air, serta mengubur benda-benda yang bisa digenangi air.

"Karena siklus hidup nyamuk aedes aegepty penyebab DPD itu bertelur dan menjadi jentik di air bersih,” katanya.

Baca juga: Ridwan Kamil sebut berita kasus DBD kalah oleh Covid-19
 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020