Country Head Vena Energy Arisudono Soerono menjelaskan, rata-rata setiap harinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Likupang menyalurkan listrik mencapai 15 MW meskipun memiliki kapasitas terpasang 21 Mega Watt Peak (MWp).
"Jam beroperasi selama 12 jam, mulai dari jam 05.30 pagi sampai matahari terik bisa 15 MW, kalau enggak ya menurun. Kalau hujan bisa masuk 3 MW. Itu sampai jam 17.30," kata Ari ditemui di lokasi PLTS Likupang, Kamis (12/3).
Dengan jumlah kapasitas terpasang tersebut, Ari menilai PLTS Likupang menjadi PLTS terbesar di Indonesia hingga saat ini dan sebagai penopang sistem kelistrikan jaringan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sulutgo (Sulawesi Utara-Gorontalo) sebesar 15 MWp. "Ini merupakan (PLTS) terbesar di Indonesia sebelum adanya PLTS Terapung di Cirata nanti," jelas Ari.
Selanjutnya, Ari menjelaskan kemampuan konversi dari tegangan 800 Volt DC ke 380 Volt AC mengakibatkan adanya losses (susut) sebanyak 6 MW. Setelah itu, sistem produksi listrik PLTS Likupang langsung terhubungan secara online dengan jaringan listrik milik PLN. "Pembangkit ini online grid, setiap kWh kita produksi, kita langsung kirim ke PLN secara online tanpa (storage) baterai," kata Ari.
Ia memastikan, meskipun tidak sepanjang hari listrik dihasilkan, tapi dari sisi harga jauh di bawah harga listrik yang menggunakan BBM atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). "Yang jelas di bawah harga PLTD, jauh lebih murah," tegasnya.
PLTS Likupang sendiri dibangun sejak Power Purchase Agreement (PPA) tahun 2017 akhir dan memakan waktu sekitar 1,5 tahun dengan total biaya investasi mencapai USD29,2 juta. Pembangkit tersebut memiliki 120 arry box, 24 set inverter dan 6 PV box. "Kontrak jual beli listrik berlangsung selama 20 tahun dengan skema Built, Own, Operate, Transfer (BOOT)," ungkap Ari.
Selama puncak kegiatan konstruksi, PLTS Likupang mampu menyerap hingga 900 pekerja lokal. Sementara, saat beroperasi, 80% pekerjanya merupakan masyarakat sekitar. Selama beroperasi, pembangkit ini mampu melistriki hingga 15.000 rumah tangga serta mengurangi efek gas rumah kaca hingga 20,01 kilo ton.
Sebagai informasi, Vena Energy merupakan perusahaan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang fokus dalam pengembangan pembangkit listrik surya serta angin. Selain PLTS Likupang, Vena juga merupakan produsen listrik swasta untuk pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) Tolo di Jeneponto yang berkapasitas 72 MW serta 3 PLTS di Lombok, Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas masing-masing 7 MWp.
Peluang Ekspansi
Keberhasilan mengoperasikan PLTS Likupang mendorong Vena Energy membuka opsi untuk melakukan ekspansi pada sejumlah proyeknya di Indonesia sambil menunggu keputusan PLN. "Tergantung pada kesiapan dan kesediaan PLN sebab harus ikuti Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tapi kalau kami sangat siap," ungkap Ari.
Vena Energy, sambung Ari, saat ini telah diundang oleh PLN untuk mengikuti tender PLTS di 3 lokasi di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur). "Kita diundang oleh PLN dan telah memasuki Request for Proposal (RFP) di Pulau Jawa dengan kapasitas 150 MWp," papar Ari.
Merespon hal tersebut, Kasubdit Investasi dan Kerjasama Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Ani Wiyanti menuturkan bahwa potensi pengembangan PLTS memang terhitung besar.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi pengembangan PLTS mencapai 207,8 GWp dengan realisasi mencapai 0,15 GWp. Khusus untuk wilayah Sulawesi Utara potensi tenaga surya yang ada mencapai 2,1 GWp.
"Seluruh Indonesia, kapasitas terpasang mencapai 152,44 MW dan 10,9% adalah PLTS Atap dan sisanya PLTS on the ground. Potensi yang ada pun baru untuk daratan," terang Ani dalam kesempatan yang sama.
Ani menjelaskan, Kementerian ESDM terus berupaya mendorong agar pengembangan EBT terus dilakukan. Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang ada, pada tahun 2020 tambahan kapasitas pembangkit EBT ditargetkan sebesar 933 MW dengan PLTS sebesar 78 MW.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020