"Tim medis akan tahu bahwa enggak semua yang flu dianggap Corona," Ketua Divisi Relawan MER-C dr. Hadiki Habib SpPD dalam sambungan telepon kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan gejala yang muncul dari seseorang yang terkena virus influenza hampir tidak ada bedanya dengan seseorang yang menunjukkan gejala akibat virus SARS-COV-2, penyebab penyakit COVID-19.
"Bedanya hampir enggak ada. Sehingga yang jadi patokan salah satunya riwayat perjalanan dari luar negeri atau dia pernah kontak dengan orang yang dianggap kena sakit Corona," ujarnya.
Baca juga: RSPI : Masyarakat tingkatkan kewaspadaan pandemi COVID-19
Baca juga: Cegah corona meluas, KAI akan periksa suhu penumpang di semua stasiun
Baca juga: Pemerintah tekankan tidak ada pasien COVID-19 kabur dari RS
Meski demikian, mobilitas masyarakat yang begitu masif memungkinkan seseorang untuk bersinggungan dengan benda-benda yang terpapar SARS-COV-2 atau orang lain yang membawa virus itu tanpa sepengetahuan orang tersebut.
Oleh karena itu, seseorang perlu memeriksakan diri ketika mengalami gejala-gejala yang mirip seperti gejala flu pada umumnya.
Terlebih lagi, seiring perkembangan sifat virus yang masih berubah-ubah, seseorang yang terkena COVID-19 pada kasus tertentu bahkan tidak menunjukkan gejala sama sekali.
"Makanya harus dikonfirmasi oleh tim medis. Kalau ditanya gejalanya apa? Mungkin awam kita bilang gejala flu. Tetapi kalau dia berobat ke dokter, dokternya tentu harus menilai ini flu yang bagaimana," katanya.
"Gejala flu itu kan batuk, pilek dan demam. Tapi yang menyatakan itu Corona, bukan hanya gejalanya, tetapi ada kondisi-kondisi lain," katanya lebih lanjut.
Pada kondisi lain tersebut, dokter akan dapat menentukan apakah gejala yang muncul memiliki kemungkinan risiko terkena virus influenza atau virus SARS-COV-2.
"Cara menentukannya itu harus dengan proses, namanya anamnesis. Anamnesis itu keterampilan dari dokter. Jadi harus melalui itu dulu," katanya.
Anamnesis, sebuah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter sebagai pemeriksa dan pasien yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita dan informasi lainnya yang berkaitan, sehingga dapat mengarahkan diagnosis penyakit pasien.
Oleh karena itu, ia mengatakan yang berhak menyatakan seseorang dalam pengawasan atau tidak adalah tim medis.
Jika tim medis mengatakan seseorang memiliki risiko terkena COVID-19, mereka, katanya, tentu akan merujuk seseorang itu kepada rumah sakit rujukan yang sudah dipercaya dapat menangani dan memberikan tindakan yang tepat terhadap kasus-kasus virus menular.
"Tapi kalau enggak ada risiko, maka akan diberi pengobatan sesuai penyakitnya," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menganjurkan kepada masyarakat untuk segera berobat atau berkonsultasi ke dokter begitu menemukan gejala-gejala yang mirip dengan gejala COVID-19.
"Ingin berobat atau menanyakan risiko kepada dokter itu diperbolehkan. Yang tidak diperbolehkan itu kita langsung merasa kita kena karena kita ketakutan. Makanya itu gunanya konsultasi," katanya lebih lanjut.*
Baca juga: 188 ABK Dream World sudah dapat dipulangkan seluruhnya
Baca juga: Sembilan WNI ABK Diamond Princess di Jepang pulang Jumat malam
Baca juga: Total positif COVID-19 di Tanah Air 69 orang, dua di antaranya bayi
Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020