• Beranda
  • Berita
  • Pemerintah diminta tetapkan standar dan nomenklatur biohidrokarbon

Pemerintah diminta tetapkan standar dan nomenklatur biohidrokarbon

15 Maret 2020 12:27 WIB
Pemerintah diminta tetapkan standar dan nomenklatur biohidrokarbon
Pertamina menyalurkan Biodiesel 30 (B30) di Provinsi Kepulauan Riau. (Dok Pertamina)

Saat ini, banyak pelaku industri yang salah persepsi karena para investor berbondong-bondong mau menanamkan investasi di sektor industri FAME...

Kalangan pelaku industri meminta pemerintah segera menetapkan nomenklatur (penamaan) dan standar bahan bakar nabati.

Ketua Masyarakat Biohidrokarbon Indonesia Sahat Sinaga di Jakarta, Minggu, mengatakan, usulan itu dilatarbelakangi perbedaan antara FAME (Oksigenate, kini secara populer disebut Biodiesel dengan inisial Bxx ) dengan Biohidrokarbon (Drop-in) dalam kelompok bahan bakar nabati.

Penamaan dan penetapan standar tersebut, menurut dia, agar pelaku industri, masyarakat, dan pemerintah punya persepsi sama terhadap program penggunaan dan pengembangan energi terbarukan yang berasal dari bahan baku nabati secara keseluruhan disebut biofuel.

"Saat ini, banyak pelaku industri yang salah persepsi karena para investor berbondong-bondong mau menanamkan investasi di sektor industri FAME (RED-Fatty Acid Methyl Ester atau dikenal biodiesel)," katanya melalui keterangan tertulis.

Baca juga: Asosiasi produsen biofuel sebut uji coba B40 mulai bulan depan

Besarnya minat investor ke arah biodiesel, tambahnya, karena ada rencana peningkatan konsumsi biodiesel di dalam negeri dari B30 menjadi B40, bahkan ditargetkan menjadi B100.

Padahal, FAME yang dicampurkan ke dalam solar memiliki keterbatasan dari standar volume di mana FAME dengan kualitas yang sekarang ini maksimal pencampurannya sampai 30 persen.

Sahat Sinaga menuturkan bahwa pelaku industri berpikir kebijakan B30 dan B50, ini berarti pemakaian FAME sebesar 30 persen ataupun 50 persen yang akan dicampurkan ke dalam solar.

Padahal, program kandungan FAME di atas B30 mesti melewati tahapan proses pencampuran tepat waktu, homogen dan penyimpanannya tidak boleh terlalu lama.

"Di sinilah perlunya pemerintah membuat penamaan serta definisi yang dimengerti oleh masyarakat secara luas dan jelas , serta ke arah mana pengembangan/pemakaian biofuel di pasar domestik", jelas Sahat.

Ketua Dewan Pengawas Masyarakat Biohidrokarbon Indonesia Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja, menyatakan bahwa pemangku kepentingan sebaiknya dapat memahami perbedaan antara FAME dengan biohidrokarbon.

FAME atau yang dikenal sebagai biodiesel termasuk dalam kategori oksigenat yang dicampurkan dengan persentase terbatas mulai dari B10 sampai maksimal B30.

Baca juga: Aprobi: Produsen biofuel tambah kapasitas hingga 3,6 juta KL

Berbeda dengan biohidrokarbon yang bersifat sebagai jembatan (drop-in) sehingga dapat dicampur dengan jumlah persentase berapa saja.

"Makanya, saya usulkan pemerintah segera membuat nomenklatur dan standar bahan bakar nabati biohidrokarbon. Dengan begitu masyarakat awam dan dunia internasional dapat memahami kebijakan biofuel Indonesia," ujarnya.

Saat ini, teknologi konversi minyak lemak nabati menjadi bahan bakar nabati biohidrokarbon sedang dikembangkan perguruan tinggi seperti ITB.

 

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020