Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur belum mengambil kebijakan sistem "lockdown" atau isolasi sebagai dampak antisipasi penyebaran virus COVID-19.Kota Surabaya belum dilakukan "lockdown" karena pertimbangan ekonomi. Kalau "lockdown" ekonomi habis nanti
"Kita coba lihat Korea Selatan yang membuktikan tidak perlu lockdown. Tapi yang penting adalah kita disiplin," katanya saat menggelar jumpa pers di rumah dinasnya, di Surabaya, Minggu.
Menurut dia Kota Surabaya belum dilakukan lockdown karena pertimbangan ekonomi. "Kalau lockdown ekonomi habis nanti," ujarnya.
Risma juga menjelaskan tentang dua orang di Surabaya yang dikabarkan terjangkit virus COVID-19. Menurutnya mereka tidak positif COVID-19 dan sekarang sudah dipulangkan, satu orang bukan warga Surabaya.
Selain itu, ia menambahkan kalau pihaknya telah berdiskusi soal meliburkan sekolah dan akhirnya melalui Dinas Pendidikan Surabaya memutuskan untuk meliburkan siswa tingkat TK,SD dan SMP.
"Kalau memang dirasa perlu akan kita lakukan. Tapi sebenarnya saya ingin membagikan vitamin untuk jaga imunitas kepada mereka. Tapi kalau diliburkan sulit untuk mencari mereka," katanya.
Selain itu, Risma mengaku sudah mengeluarkan surat edaran imbauan kepada warga yang bepergian ke luar negeri. "Sebaiknya ditunda dulu atau kalau memang mendesak sebaiknya mengkarantina diri sepulang dari luar negeri," katanya.
Menurut dia yang paling penting menghadapi wabah virus COVID-9 adalah disiplin menjaga hidup sehat. Ia kembali mengingatkan warga agar segera memeriksakan diri ketika merasa tidak sehat.
"Jangan sampai datang ke rumah sakit ketika dalam kondisi akut karena bisa terlambat nanti. Saya tegaskan lagi pemeriksaannya gratis. COVID-19 bisa disembuhkan," katanya.
Sekretaris Komisi D DPRD Kota Surabaya dr Akmarawita Kadir sebelumnya mengatakan pihaknya meminta pemerintah kota mempertimbangkan perlu dan tidaknya mengambil kebijakan lockdown atau isolasi.
Ia mengatakan ada beberapa hal penting yang harus disiapkan oleh pemkot jika harus mengambil keputusan lockdown antara lain adalah kepatuhan warga, ketegasan aparat, menjamin ketersediaan bahan pokok termasuk makanan bagi warga tidak mampu, kekuatan informasi dan komunikasi.
"Salah satu contoh pengendalian yang menurut saya belum berhasil dan butuh perhatian adalah langka dan mahalnya masker dan hand sanitazer (penyanitasi tangan) di Kota Surabaya, ini merupakan contoh pengendalian yang tidak berhasil di atasi oleh pemkot," katanya.
Menurut dia, peran Pemkot Surabaya saat ini adalah harus menjalankan protokol-protokol yang dibuat oleh pemerintah pusat dan dikondisikan dengan keadaan di Kota Surabaya yakni melakukan pemantauan, khususnya di ruang-ruang publik, transportasi, dan membatasi adanya kerumunan.
Banyak protokol yang telah dibuat oleh pemerintah pusat seperti, protokol kesehatan, protokol ruang publik, protokol perbatasan, protokol transportasi, dan protokol komunikasi, termasuk mengantisipasi dan menangkis hoaks yang banyak beredar, demikian Akmarawita Kadir.
Baca juga: Pemerintah Kota Surabaya diminta pertimbangkan "lockdown"
Baca juga: Anies: Jakarta perlu tutup kegiatan dari luar
Baca juga: Gubernur putuskan tidak terapkan status "lockdown" di Jatim
Baca juga: Anggota DPR minta "lockdown" Bali cegah penyebaran COVID-19
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020