• Beranda
  • Berita
  • Bahana TCW sebut harga saham sudah murah, saatnya akumulasi

Bahana TCW sebut harga saham sudah murah, saatnya akumulasi

17 Maret 2020 17:05 WIB
Bahana TCW sebut harga saham sudah murah, saatnya akumulasi
Seorang pewarta memotret layar yang menampilkan infornasi pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (12/3/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

Pengalaman mengajarkan bahwa krisis adalah waktu yang terbaik untuk menghasilkan uang

PT Bahana TCW Investment Management menilai harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sudah masuk dalam kategori murah dapat dijadikan kesempatan akumulasi untuk keuntungan jangka panjang.

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menyatakan bahwa secara teknis, IHSG telah memasuki kelebihan jual (oversold) seperti yang ditunjukkan oleh level IHSG yang anjlok lebih rendah dari proyeksi laba.

"Dengan berbagai matriks, saham boleh diyakini sudah murah. Ini dapat menjadi moment of truth bagi investor yang berani untuk mengambil posisi untuk keuntungan jangka panjang," ujar Budi Hikmat dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan pemantauan indikator, lanjut dia, IHSG saat ini telah lebih rendah ketimbang yang terjadi pada tahun 2008. Hal yang sama terjadi pada indeks SPX (The Standard & Poor Index) yang bahkan lebih dalam ketimbang IHSG.

Meski demikian, kata Budi, investor disarankan tetap waspada dengan mencermati perkembangan pasar keuangan di Amerika Serikat dan berinvestasi secara bertahap.

"Pengalaman mengajarkan bahwa krisis adalah waktu yang terbaik untuk menghasilkan uang, sekira orang punya uang menganggur dan ada keberanian," katanya.

"Pertimbangan mengambil risiko secara terukur, jika benar investor akan bahagia. Namun jika pun keliru, seorang bisa lebih bijaksana. Terutama bagi investor muda, belajarlah untuk berani. Tak ada yang bisa menggantikan pengalaman," kata Budi menambahkan.

Mengenai perkembangan pasar keuangan di Amerika Serikat, Budi Hikmat mengemukakan kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang kembali memangkas suku bunga hingga mendekati nol persen dan menyuntikkan likuiditas atau operasi quantitative easing (QE) sebesar 700 miliar dolar AS membuat pasar bereaksi negatif.

"The Fed kembali membuat pasar bereaksi negatif. Dow Futures turun 1.000 poin pada perdagangan di Wall Street yang dibuka Senin pagi. Indeks S&P 500 terpangkas 11,98 persen pada Senin (16/3) wakti setempat," paparnya.

Ia memaparkan aksi pemangkasan suku bunga ini tercatat telah terjadi sebanyak dua kali dalam bulan Maret ini. Langkah pre-emptive The Fed itu sebagai upaya menghadapi risiko disrupsi ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Analis global, lanjut Budi, menilai aksi The Fed tak cukup semata-mata dalam menurunkan suku bunga, tapi harus ada langkah nyata yang diambil pemerintah AS untuk meredam disrupsi ekonomi akibat pandemi ini.

Di samping itu, lanjut dia, harga minyak dunia juga anjlok menjadi 33,9 dolar AS per barel selama pekan lalu, atau telah terpangkas 48,7 persen secara year to date (ytd).

Menurut dia, hal itu dilatarbelakangi oleh tak tercapainya kesepakatan antara Rusia dengan Saudi Arabia mengenai usulan pemangkasan produksi. Risiko perang minyak ini berpotensi menimbulkan konflik geopolitik.

Baca juga: IHSG turun lima persen, perdagangan saham dibekukan sementara
Baca juga: Bahana Sekuritas: Sentimen corona terhadap pasar saham mulai terbatas
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan dan asosiasi dapen ajak investor beli saham
Baca juga: BEI sebut ada dana pensiun dan asuransi akan beli saham

 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020