"Memang ketegasan untuk bisa melakukan social distancing atau menjaga jarak sosial itu perlu dilakukan oleh pemerintah lewat pemerintah daerah, tidak bisa semuanya di pemerintah pusat, harus lewat pemerintah daerah," kata Prof. Wiku ketika ditemui usai konferensi pers di gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, menjaga jarak merupakan salah satu faktor kunci untuk mencegah penularan lebih lanjut penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu.
Menjaga jarak, kata dia, berarti menghindari kerumunan orang dan memperkecil risiko penularan COVID-19 yang ditularkan lewat droplet atau cairan liur yang biasanya terjadi ketika ada orang yang batuk.
Presiden Joko Widodo sebelumnya juga sudah mengimbau agar masyarakat melakukan aktivitas, belajar dan beribadah di rumah untuk mengurangi paparan virus.
Baca juga: "Social distancing" lindungi diri dan warga dari COVID-19
Beberapa pemerintah daerah, seperti DKI Jakarta, juga sudah meliburkan anak-anak sekolah akibat melonjaknya jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia.
Baca juga: TNI-Polri perlu dilibatkan atur "social distancing" redam corona
Tapi Wiku juga memperingatkan bahwa tidak semua orang dapat melakukan isolasi mandiri dengan bekerja dari rumah, mengingat tidak semua perusahaan mampu melakukan hal tersebut.
Baca juga: Indef: Kebijakan "social distancing" lebih baik ketimbang "lockdown"
"Pemerintah juga harus memahami bahwa masyarakat itu tidak seluruhnya bisa meninggalkan pekerjaannya. Untuk yang tidak bisa melakukan itu karena bergantung kepada upahnya, social distancing tetap bisa dilakukan dan itu akan memotong penularan," kata akademisi dari Universitas Indonesia itu.
Jika memang terpaksa harus beraktivitas di luar rumah, masyarakat bisa menghindari kumpulan orang dalam jumlah besar, rajin mencuci tangan dan berusaha menjaga kondisi tubuh dengan mengonsumsi makanan sehat.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020