Ketua Umum BPP Hipmi Mardani H Maming dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, mengatakan isu itu antara lain terkait dengan ketersediaan stok dan pasokan pangan yang akan mempengaruhi stabilitas harga pangan serta pembatasan perjalanan dan mobilitas pekerja yang mempengaruhi sektor pariwisata dan transportasi.
"Kemudian disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok yang mempengaruhi kinerja sektor manufaktur dan turunannya; serta kejatuhan harga minyak dunia akibat pelemahan permintaan dan perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia," katanya.
Menurut Maming, dampak pandemi COVID-19 terhadap sektor ekonomi memang tak terelakkan. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan terkontraksi semakin dalam.
Oleh karena itu, Hipmi menyambut baik langkah pemerintah untuk menjaga agar sektor riil tetap bergerak serta menjaga daya beli masyarakat demi mendorong kinerja ekonomi domestik melalui stimulus fiskal.
Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan stimulus fiskal jilid dua yang terdiri dari penanggungan PPh Pasal 21 bagi sektor manufaktur oleh pemerintah, pembebasan PPh pasal 22 impor, pengurangan PPh pasal 25 sebesar 30 persen, dan percepatan restitusi PPN.
"Tidak ada batasan nilai restitusi PPN khusus bagi para eksportir, sementara bagi para noneksportir besaran nilai restitusi PPN ditetapkan paling banyak Rp 5 miliar. Dengan adanya percepatan restitusi, Wajib Pajak dapat lebih optimal menjaga likuiditasnya," imbuh Maming.
Tak hanya itu, pemerintah juga mengeluarkan stimulus nonfiskal berupa pengurangan barang larangan terbatas ekspor maupun impor, percepatan proses ekspor impor untuk reputable trader, serta memperbaiki National Logistic Ecosystem.
Baca juga: Imbas COVID-19, Hipmi minta kelonggaran pembayaran kredit
Baca juga: HIPMI sampaikan usulan untuk gairahkan UMKM makanan dan minuman
Baca juga: HIPMI: Jangan terbuai dengan status negara maju
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020