Penyakit ini disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome coronavirus-2 (SARS-COV-2) yang bermutasi dari SARS-COV penyebab wabah di Tiongkok pada 2002 – 2003.
Virus yang berasal dari kelelawar kemudian menjangkiti antarmanusia ini menyebabkan wabah COVID-19 di Tiongkok sejak pertengahan Januari 2020 dan di luar Tiongkok sejak akhir Februari 2020.
Penyebaran COVID-19 telah mencapai Indonesia sejak 2 Maret 2020 dan hingga tulisan ini dibuat telah terdeteksi 227 kasus (18/3/20) konfirmatif dari 14 provinsi.
Pengobatan definitif dan vaksinasi belum tersedia untuk penyakit ini, sehingga perlu dilakukan upaya memutus rantai penularan COVID-19 dengan cara perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS), isolasi diri di rumah, dan menjaga jarak aman antarwarga (social distancing measures).
Baca juga: MRT Jakarta terapkan jaga jarak sosial di stasiun dan kereta
Cara Penyebaran dan Infeksi COVID-19
Penularan SARS-COV-2 terjadi melalui percikan air akibat batuk atau bersin (droplet) yang menyembur hingga jarak dua meter.
Virus ini di dalam droplet, berdasarkan suatu percobaan simulasi, sebagian kecil mampu bertahan di udara minimal selama 3 jam, dan sebagian besar bertahan di permukaan tubuh dan benda selama 5,6 hingga 6,8 jam bila tidak dilakukan proses disinfeksi.
Virus menginfeksi manusia ketika menyentuh permukaan benda atau menghirup droplet yang terkontaminasi, sehingga virus menempel pada selaput lendir mata, hidung, dan saluran napas termasuk paru.
Tubuh mengalami radang untuk membunuh virus sehingga timbul gejala umum seperti demam hingga lebih dari 37,5 derajat Celsius.
Radang berlebihan menyebabkan kerusakan tubuh, sehingga timbul penyakit COVID-19 dengan gejala ringan sebanyak 81 persen (seperti batuk kering atau berdahak, rasa letih, dan sesak), gejala sedang sebanyak 14 persen (seperti radang paru/pneumonia), dan gejala berat hingga kematian sebanyak 5 persen.
Faktor risiko yang memperberat gejala COVID-19 adalah usia di atas 70 tahun, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit paru menahun, dan kanker. Gejala-gejala tersebut muncul lebih kurang 5,1 hari, dan selambat-lambatnya 14 hari, setelah seseorang terinfeksi virus.
Seseorang yang terinfeksi mampu menularkan virus ini walaupun belum timbul gejala, sehingga orang ini dianggap sebagai sumber penularan (spreader). Virus ini juga dapat menempel pada tubuh dan pakaian yang dibawa oleh seseorang yang tidak menderita COVID-19, sehingga orang ini pun dapat dianggap sebagai spreader.
Baca juga: "Social distancing", jaga jarak untuk kontrol penyebaran COVID-19
Cara Pencegahan Penularan COVID-19
Semua orang, baik dalam keadaan sehat atau menderita gejala terkait COVID-19, perlu melakukan PHBS, isolasi diri di rumah, dan social distancing measures untuk mencegah penularan COVID-19.
Penularan virus melalui droplet yang menempel di permukaan benda dapat dicegah dengan “etiket batuk dan bersin,” yaitu menutup mulut dan hidung menggunakan tisu atau lipatan siku tangan bila batuk atau bersin dan membuang tisu tersebut ke tempat sampah, dan menggunakan masker bersih dan terstandar bila batuk agar droplet tidak menyebar.
Tangan harus sering dicuci dengan air mengalir dan sabun, atau pembersih tangan berbasis alkohol, untuk memutus kontak dengan droplet yang menempel di permukaan benda.
Permukaan benda dan pakaian perlu dilakukan dicuci atau disinfeksi dengan cairan pembersih atau alkohol yang dapat membunuh virus. Upaya-upaya PHBS tersebut disertai asupan gizi seimbang akan meningkatkan daya tahan tubuh menghadapi COVID-19.
Isolasi diri di rumah ditujukan bagi individu dengan faktor risiko dan bagi penderita gejala terkait COVID-19, yang dapat dilakukan dengan cara tetap di rumah dan dapat dikontak; membatasi tamu dan membuat daftar tamu; membuat ventilasi dan sirkulasi udara rumah yang baik; dan mengupayakan ruangan agar terjadi kontak fisik lebih dari 1 meter.
Social distancing measures adalah upaya menghindari kontak fisik lebih dari satu meter untuk tujuan memutus rantai penularan COVID-19. Cara ini dapat dilakukan dengan meniadakan kegiatan yang melibatkan kerumunan orang termasuk keagamaan, bekerja, dan belajar mengajar.
Selain itu juga mengupayakan kontak fisik lebih dari 1 meter secara ergonomis bila terpaksa berkerumun; tidak menggunakan transportasi umum; dan tidak bepergian ke luar kota. Kedua cara ini dilakukan sekitar 14 hari atau sampai COVID-19 dinyatakan telah terkendali.
Baca juga: Kiat Sandra Dewi agar anak tak bosan di rumah saat "social distancing"
Memutus mata rantai
Upaya memutus rantai penularan COVID-19 dengan PHBS, isolasi diri di rumah, dan social distancing measures dapat dilakukan oleh siapapun.
Kerja sama, pengertian, dan pengorbanan untuk tidak berkegiatan sosial dibutuhkan untuk kepentingan yang lebih besar yaitu melindungi individu rentan yang memiliki faktor risiko, mengurangi jumlah spreader yang berada di dalam masyarakat.
Dan membiasakan gaya hidup bersih dan sehat serta asupan gizi seimbang sehingga terhindar dari berbagai penyakit dan gangguan kesehatan.
Kewaspadaan terhadap pencegahan penyebaran COVID-19 ini harus disikapi secara rasional dan tidak berlebihan dengan memperhatikan kebenaran dan kesahihan informasi yang beredar di masyarakat, berkonsultasi kepada petugas kesehatan yang kompeten, dan bersedia mengikuti anjuran pemeriksaan sesuai prosedur yang berlaku.
*Penulis dokter spesialis paru Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) – Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI); Bioinformatics Core Facilities, Institute of Medical Education and Research (IMERI) FKUI; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Pewarta: Irandi Putra Pratomo, M.D, Ph.D, FAPSR*
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020