Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyatakan keterlibatan para relawan adalah bagian dari upaya gotong royong dan gerakan masyarakat secara sukarela untuk mencegah penyebaran COVID-19.
"Kita dalam situasi yang belum pernah dialami sebelumnya dan membutuhkan upaya sekuat tenaga untuk menangani situasi ini. Kami paham betul bahwa risiko terkait hal ini cukup besar, namun upaya ini tidaklah akan berhasil tanpa dukungan seluruh masyarakat, terutama bagi generasi muda yang memiliki talenta-talenta yang tepat. Tidak ada paksaan. Ini adalah gerakan sukarela. Negara membutuhkan pahlawan-pahlawan medis yang berjuang bersama demi masyarakat,” ujar Nadiem dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Mendikbud menegaskan para relawan tidak serta merta langsung menangani pasien, melainkan akan membantu program-program komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat, melayani "call center", dan menyiapkan diri sebagai tenaga bantuan dalam kondisi darurat sesuai kompetensi dan kewenangannya.
“Kepada mahasiswa yang berminat untuk ikut serta dalam kegiatan ini akan diberikan pelatihan dan pendampingan, disiapkan alat perlindungan diri (APD) yang sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), insentif dari Kemendikbud, dan sertifikat pengabdian kepada masyarakat yang dapat disesuaikan oleh universitas masing-masing untuk menjadi bagian dari penilaian kinerja dalam program co-as atau sebagai satuan kredit semester,” terang Nadiem.
Kemendikbud telah meminta bantuan Rektor/Direktur Politeknik Kesehatan untuk mendorong Dekan Fakultas Kedokteran/Keperawatan/Ilmu Kesehatan Masyarakat mensosialisasikan inisiatif ini kepada mahasiswa tingkat akhir/co-as untuk secara sukarela bergotong royong sebagai relawan kemanusiaan guna mendukung pencegahan meluasnya COVID-19. Saat ini, proses koordinasi dengan berbagai pimpinan perguruan tinggi terus dilakukan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, berharap inisiatif yang digagas tersebut mampu meningkatkan kompetensi dan membentuk jiwa kemanusiaan yang kuat bagi para mahasiswa, khususnya para calon dokter dan tenaga medis.
“Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendikbud bekerjasama dengan Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) bekerja sama untuk menggerakkan para mahasiswa kedokteran yang ingin terlibat dan mendukung upaya pemerintah untuk menjadi relawan memerangi COVID-19," kata Nizam.
Ditjen Dikti Kemendikbud juga terus berkoordinasi dengan pimpinan perguruan tinggi terkait detail teknis pendaftaran, pelatihan, dan berbagai dukungan yang dibutuhkan untuk menjalankan inisiatif ini. Sampai saat ini, Kemendikbud telah mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan 26 fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan sebagai sub-center untuk "screening" dan penanganan pasien COVID-19.
Menurut Nizam, inisiatif itu sejalan dengan Kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka yang telah diluncurkan Mendikbud beberapa waktu lalu. Melalui kebijakan itu, aktivitas relawan sama dengan kegiatan/pekerjaan di lapangan yang dapat dikonversi menjadi bagian penilaian kinerja mahasiswa atau satuan kredit semester.
Program itu mendukung Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/I/0883/2020 tentang Jejaring Pelayanan COVID-19 di Rumah Sakit Pemberi Pelayanan Non-Rujukan Penyakit Infeksi Emerging (PIE). Surat Edaran tersebut meminta Rumah Sakit milik sepuluh universitas di Indonesia untuk dapat merawat Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Pasien COVID-19.
Kesepuluh universitas tersebut adalah Universitas Indonesia (Jakarta), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Brawijaya (Malang), Universitas Udayana (Bali), Universitas Hasanuddin (Makassar), Universitas Sumatera Utara (Medan), dan Universitas Tanjungpura (Pontianak).***3***
Pewarta: Indriani
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020