DKPP tidak mempunyai kewenangan dasar pemeriksaan aktif, itu sudah melampaui kewenangan
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Evi Novida Ginting Manik mendatangi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menyampaikan keberatan atas putusan pemberhentian dirinya sebagai Komisioner KPU.
"Putusan tersebut sangat berlebihan dan berpotensi abuse of power, oleh karenanya pada hari ini, dengan memedomani Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, saya mengajukan keberatan kepada DKPP terhadap putusan DKPP 317-PKE-DKPP/2019," kata Evi Novida, saat mendatangi Kantor DKPP, di Jakarta, Senin.
Selain mendatangi DKPP, Evi juga akan mendatangi Ombudsman RI dan Kantor Presiden untuk mengadukan putusan DKPP yang diterimanya tersebut.
"Pukul 13.00 WIB ke Ombudsman dan pukul 14.30 WIB ke Presiden," kata dia lagi.
Sebelumnya, Evi mengatakan juga berencana menggugat keputusan pemberhentiannya itu oleh DKPP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Gugatan yang akan saya ajukan terhadap putusan DKPP mudah-mudahan segera, ke PTUN, begitu selesai, gugatan akan didaftarkan, ya mungkin tiga hari ke depanlah selesainya," kata Evi.
Evi mengatakan ada beberapa dasar yang membuat dirinya merasa keberatan dan berencana menggugat putusan DKPP tersebut.
"Dalam gugatan, saya akan menyampaikan alasan-alasan lainnya agar pengadilan dan publik dapat menerima adanya kecacatan hukum dalam putusan DKPP ini," kata dia pula.
Baca juga: Pasca pemberhentian komisioner, KPU minta daerah tetap fokus pilkada
Menurut dia, dalam putusan DKPP Nomor: 317-PKE-DKPP/X/2019 yang menjatuhkan pemberhentian tetap untuknya itu, sebenarnya pengadu sudah mencabut aduannya.
Pencabutan disampaikan pengadu kepada Majelis DKPP secara Iangsung dalam sidang dengan menyampaikan Surat Pencabutan Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Pelaksanaan peradilan etik oleh DKPP tanpa adanya pihak yang dirugikan, menurut dia, sudah melampaui kewenangan yang diberikan oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 kepada DKPP.
"DKPP hanya memiliki kewenangan secara pasif atau DKPP tidak dapat bertindak bila tidak ada pihak yang dirugikan. DKPP tidak mempunyai kewenangan dasar pemeriksaan aktif, itu sudah melampaui kewenangan," kata dia lagi.
Kemudian, putusan DKPP itu, kata dia, tidak melaksanakan pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2019 yang mewajibkan pleno pengambilan keputusan dihadiri sedikitnya oleh 5 orang anggota DKPP.
"Putusan DKPP ini hanya diambil oleh 4 anggota Majelis DKPP. Putusan ini cacat hukum, akibatnya batal demi hukum dan semestinya tidak dapat dilaksanakan," ujarnya lagi.
Baca juga: Evi Novida gugat putusan pemberhentiannya oleh DKPP ke PTUN
Dalam perkara perselisihan hasil pemilu legislatif untuk Kalimantan Barat itu, terdapat dua putusan yang berbeda dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Bawaslu.
Kemudian, merujuk UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait dengan sengketa hasil pemilu, maka KPU berpandangan bahwa putusan MK yang wajib dilaksanakan.
Namun DKPP menyatakan tindakan KPU tidak tepat, dan menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap pada Evi Novida serta peringatan keras terakhir untuk komisioner lainnya.
"Padahal KPU tidak pernah mengubah suara, yang dilakukan adalah menegakkan perintah undang-undang bahwa putusan MK terkait perolehan suara, final dan mengikat," ujar Evi.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020