Presiden Joko Widodo mengatakan ingin ada relaksasi atau pelonggaran batas defisit APBN yang saat ini ditetapkan sebesar tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sebagai dampak terhadap kegiatan ekonomi dari pandemi COVID-19.
Presiden, dalam telekonferensi pers dari Istana Merdeka, di Jakarta, Selasa, mengatakan sudah membicarakan tentang relaksasi ini dengan Ketua DPR Puan Maharani dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna.
“Kemarin saya telah bertemu dengan Ketua DPR, untuk mendapatkan dukungan politik ini, dan juga sudah bertemu secara virtual dengan Ketua BPK dan seluruh pimpinan BPK. Intinya kita ingin ada relaksasi dari APBN,” ujar dia.
Batas defisit APBN diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam UU itu, defisit APBN ditetapkan maksimal tiga persen dari PDB.
Jika pemerintah ingin memperlonggar defisit APBN dalam UU tersebut, maka perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu).
Presiden Jokowi mengharapkan mendapat dukungan politik jia suatu saat ke depan, dirinya menerbitkan Perppu tersebut.
“Dan saat kita keluarkan Perppu, artinya dukungan politik sudah kita bicarakan sebelumnya,” ujar Kepala Negara.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo telah membicarakan relaksasi defisit APBN bersama Badan Anggaran DPR RI.
Adapun wacana relaksasi defisit APBN telah mengemuka setelah sejumlah lembaga internasional memperingatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi spada 2020.
Pada APBN 2020, pemerintah menetapkan defisit APBN Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen PDB.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020