"Semua manusia punya dosa pada alam karena itu pola hidup yang memperhatikan kelestarian lingkungan adalah jalan menebus dosa ekologis," kata Yulia Suparti MPd mengawali perbincangan di halaman rumahnya di Kota Bengkulu.
Suhu Kota Bengkulu yang pada pertengahan Maret sekitar 30 derajat Celsius tak begitu terasa panas berkat beragam tanaman yang tumbuh di halaman rumah Yulia.
Guru fisika di SMP Negeri 11 Kota Bengkulu itu dikenal sebagai inovator pupuk organik cair yang disebut mikro organisme lokal (MOL). Warga dan perusahaan juga menggunakan jasanya sebagai konsultan dalam budidaya pertanian menggunakan pupuk organik.
Pupuk organik cair buatan Yulia dihasilkan dari sampah rumah tangga, termasuk ranting dan daun tanaman, kulit buah, serta kulit bahan bumbu seperti bawang, kunyit, dan jahe.
"Asal mau, siapa saja bisa membuat MOL dari sampah organik yang biasa kita hasilkan sehari-hari," kata Yulia, alumni pasca-sarjana Program Studi Fisika Universitas Bengkulu.
Kesungguhan belajar dan meracik berbagai ramuan pupuk organik cair membuat Yulia kini sering diundang menjadi pembicara di berbagai forum di dalam dan luar negeri yang membahas mengenai upaya pelestarian lingkungan melalui pertanian organik.
Pada 2015 ibu tiga anak itu berkesempatan menyampaikan paparan mengenai pertanian organik dan pendidikan lingkungan sejak dini kepada generasi muda dalam satu forum internasional di Nepal.
"Saya ingin sebanyak mungkin orang menerapkan ini karena merawat bumi agar tetap nyaman untuk ditinggali harus diusahakan semua orang," kata Yulia.
Di SMP Negeri 11, selain mengajar fisika Yulia juga mengampu mata pelajaran prakarya bidang budidaya tanaman sayur organik pada semester I kelas VII dan mata pelajaran budidaya tanaman obat organik pada semester II. Dalam pelajaran ekstrakurikuler, ia mengajarkan cara membuat kompos dan teknik pertamanan.
"Pertanian organik adalah cara hidup selaras dengan alam dan dapat dipraktikkan setiap orang, karena itu penting dikenalkan sejak dini kepada generasi muda," kata perempuan yang lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, tahun 1972 itu.
Yulia mengajar siswa praktik membuat kompos menggunakan sampah organik di sekitar sekolah dan menggunakannya untuk memupuk tanaman di kebun percontohan di lingkungan sekolah.
Kepada para siswa, Yulia menekankan pentingnya mengelola sampah dengan menerapkan konsep mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang.
"Kami juga membuat prakarya mendaur ulang sampah plastik dengan sederhana menjadi ekobrik sebagai bahan baku membuat berbagai furnitur," katanya.
MOL buatan Yulia
Yulia membuat MOL dari buah maja serta limbah buah pisang dan pepaya.
Ia menghaluskan 10 kilogram kulit pisang dan pepaya lalu memasukkannya ke dalam tong dan mencampurnya dengan satu kilogram gula merah serta 10 liter air kelapa dan air bekas cucian beras.
Tong tempat campuran ramuan pupuk itu kemudian ditutup menggunakan plastik. Pada tong itu kemudian dipasang selang plastik yang dihubungkan ke botol berisi air. Setelah didiamkan selama 10 hari, pupuk cair itu dapat digunakan.
Cairan yang sudah menjadi MOL selanjutnya harus dicampur air dengan takaran satu banding lima lalu ditambahi satu ons gula pasir. Setelah dicampur dengan air dan gula, pupuk cair bisa disiramkan ke bagian akar tanaman. Khusus untuk tanaman padi, 400 cc MOL bisa dicampur dengan 14 liter air lalu disemprotkan pada tanaman umur 55 hari.
Selain dari limbah buah-buahan, Yulia membuat MOL dengan bahan utama buah maja, air atau air kelapa, dan gula merah.
Caranya, satu buah maja yang sudah dibuka dan diremas-remas sampai halus di masukkan ke dalam ember lalu diambil airnya dan masukkan ke jerigen.
Setelah itu, masukkan gula merah cincang yang sudah dicampur dengan air atau air kelapa ke dalam jerigen berisi air perasan buah maja lalu tutup rapat.
Selanjutnya, beri lubang pada tutup jerigen dan dihubungkan dengan botol berisi air menggunakan selang plastik agar uap fermentasi MOL berpindah ke air dan tidak menimbulkan ledakan.
"Biarkan selama 15 hari dan selanjutnya dapat diaplikasikan ke tanaman," kata Yulia.
Yulia menggunakan MOL untuk memupuk pohon jambu madu, jeruk gerga, anggur, belimbing, dan mangga di halaman rumahnya. Penggunaan MOL, menurut dia, membuat buah-buahan yang dihasilkan menjadi lebih renyah dan lebih manis rasanya.
"Kami tidak pernah membeli buah lagi di pasar karena tanaman buah dari pekarangan ini tidak pernah berhenti berbuah, bergantian, dan rasanya lebih manis dan sehat tanpa pupuk kimia," katanya.
Yulia belum berpikir untuk mengurus hak cipta atas pupuk organik buatannya.
Dia hanya berharap jumlah orang yang mengikuti caranya mengolah sampah menjadi pupuk organik serta menggunakannya semakin banyak. Dengan demikian, setidaknya akan ada lebih banyak orang yang ikut menjaga bumi dari cemaran bahan kimia.
Baca juga:
Guru Besar Unsoed ingatkan pentingnya subsidi untuk pertanian organik
Petani didorong perbaiki kesuburan lahan secara biologis
Pewarta: Helti Marini S
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020