• Beranda
  • Berita
  • Presiden Jokowi: Status darurat sipil belum diperlukan saat ini

Presiden Jokowi: Status darurat sipil belum diperlukan saat ini

31 Maret 2020 16:58 WIB
Presiden Jokowi: Status darurat sipil belum diperlukan saat ini
Polisi mengenakan alat pelindung diri (APD) sebelum menyemprotkan cairan disinfektan di Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Selasa (31/3/2020). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/pras.
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa penetapan status darurat sipil di Indonesia saat ini belum diperlukan dalam mengatasi pandemi COVID-19.

"Darurat sipil itu kita siapkan apabila terjadi keadaan yang abnormal sehingga perangkat itu harus kita siapkan, tapi kalau kondisi sekarang ini tentu saja tidak," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa.

Baca juga: Presiden Jokowi tetapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar

Baca juga: Teken Perppu, Presiden tambah APBN 2020 Rp405,1 triliun atasi COVID-19

Baca juga: Presiden harapkan dukungan DPR untuk Perppu Kebijakan Keuangan


Presiden Jokowi menyatakan Indonesia dalam status kedaruratan kesehatan dan memilih melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemerintah juga sudah membuat Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendukung penetapan status tersebut

"Semua skenario itu kita siapkan dari yang ringan, dari yang moderat, sedang maupun yang terburuk. Mengenai PSBB, baru saja saya tanda tangani PPnya dan Keppresnya yang berkaitan dengan itu dan kita harapkan dari yang setelah ditandatangani, PP dan Keppres itu mulai efektif berjalan," tambah Presiden.

Presiden Jokowi pun meminta agar seluruh kepala daerah dapat berpedoman pada Keppres dan PP tersebut dalam melakukan kebijakan mengatasi penyebaran COVID-19.

"Oleh sebab itu saya berharap agar provinsi, kabupaten dan kota sesuai UU yang ada silakan berkoordinasi dengan ketua satgas COVID-19 agar semuanya kita memiliki sebuah aturan main yang sama yaitu UU PP dan Keppres yang tadi baru saja saya tanda tangani," ungkap Presiden.

Alasan pemilihan PSBB menurut Presiden Jokowi adalah karena Indonesia punya karakteristik tertentu.

"Kita harus belajar dari pengalaman dari negara lain tetapi kita tidak bisa menirunya begitu saja sebab semua negara memiliki ciri khas masing-masing, mempunyai ciri khas masing-masing baik itu luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis, karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya dan lain-lain," tambah Presiden.

Presiden Jokowi menekankan bahwa kebijakan PSBB itu bukanlah kebijakan yang gegabah dan telah dihitung serta dikalkulasi dengan cermat.

"Inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas, pertama kesehatan masyarakat adalah yang utama oleh sebab itu kendalikan penyebaran COVID-19 dan obati pasien yang terdampak," ungkap Presiden.

Fokus lainnya adalah pemerintah sudah menyiapkan jaring pengaman sosial untuk masyarakat kelas bawah agar dapat memenuhi barang kebutuhan pokok dan menjaga daya beli.

"Ketiga, menjaga dunia usaha utamanya usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah agar tetap bisa beroperasi menjaga penyerapan tenaga kerjanya," tegas Presiden.

Total tambahan belanja dan pembiayaan APBN untuk penanganan APBN 2020 adalah sebesar Rp405,1 triliun.

Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam pasal 59 UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yaitu:

(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu
(3) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. peliburan sekolah dan tempat kerja; b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
(4) Penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan

Sedangkan salah satu aturan yang mengatur Darurat Sipil terdapat di peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) No 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya disebutkan:

Pasal 1
Ayat (1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:
1. Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2. Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
3. Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Dalam keadaan darurat sipil penguasa yang bersangkutan, yaitu Penguasa Darurat Sipil, dapat:
1. Mengeluarkan peraturan-peraturan polisi (pasal 10);
2. Mengadakan peraturan-peraturan tentang pembatasan pertunjukan-pertunjukan apapun juga serta semua pencetakan, penerbitan dan pengumuman apapun juga (pasal 13);
3. Menggeledah tiap-tiap tempat (pasal 14);
4. Membatasi orang berada di luar rumah (pasal 19);
5. Memerintah dan mengatur badan-badan kepolisian, pemadam kebakaran dan badan-badan keamanan lainnya (pasal 21);

Baca juga: Presiden tandatangani Perppu Kebijakan Keuangan Negara

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020