"Indonesia idealnya hanya memiliki enam operator saja untuk memperebutkan `kue` yang ada di sini," kata Country Director Frost and Sullivan Indonesia, Eugene van de Weerd, di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan tren yang akan terjadi di dunia telekomunikasi Indonesia adalah akusisi atau merger. Operator-operator telekomunikasi baru tidak akan kuat bersaing dengan "big three".
Menurut dia, perang tarif akan optimal jika menggunakan tarif simplification, contohnya dengan menggunakan tarif flet. Operator tidak dapat lagi hanya mengandalkan pemasukan dari layanan suara.
"Mereka harus lebih kreatif mencari fitur-fitur yang menarik. Justru dari sana pemasukan akan mengalir," ujar dia.
Beratnya persaingan di sektor ini terlihat dari pertumbuhan nilai tagihan operator di Indonesia yang menurun. "Walaupun nilainya tetap besar tapi presentasinya menurun dalam tiga tahun belakangan".
Frost and Sullivan mencatat perbandingan antara tahun 2006 dengan tahun 2008, dimana nilai tagihan operator telekomunikasi Telkomsel menurun tujuh persen, sedangkan Indosat menurutn 8,2 persen.
"Padahal di negara lain justru mereka naik," ujar dia.
Konsultannya memperhitungkan bahwa nilai tagihan operator telekomunikasi di Indonesia dari 2008 hingga 2014 akan mengalami penurunan sebesar 41 persen, dari 5,5 juta dolar AS menjadi 3,89 juta dolar AS.
Untuk itu, ia berpendapat bahwa operator telekomunikasi di Indonesia yang mencapai 11 perusahaan akan lebih baik melakukan merger atau akuisisi untuk dapat berkembang lebih baik lagi.(*)
Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009