Bank Indonesia (BI) mendukung penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai relaksasi perundangan dalam memitigasi dampak COVID-19, yang merupakan langkah antisipatif bersama pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).Dalam penanganan dampak COVID-19 diperlukan 'extraordinary measure'
"Dalam penanganan dampak COVID-19 diperlukan extraordinary measure, kebijakan yang belum diatur atau kebijakan yang melebihi kewenangan yang telah diatur sebelumnya," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers melalui streaming di Jakarta, Rabu.
Jumpa pers dilakukan bersama dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah sehubungan diterbitkannya Perppu 1/2020.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan itu tertanggal 31 Maret 2020.
Baca juga: Teken Perppu, Presiden tambah APBN 2020 Rp405,1 triliun atasi COVID-19
Perry menegaskan kewenangan BI yang diatur dalam perppu itu adalah perluasan kewenangan bagi BI untuk dapat membeli SUN/SBSN jangka panjang di pasar perdana untuk membantu pemerintah membiayai penanganan dampak penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan.
"Pembelian SBN di pasar perdana dilakukan dalam hal pasar tidak bisa menyerap seluruh SBN yang diterbitkan pemerintah, peran BI sebagai last resort," katanya.
Ketentuan lebih lanjut akan diatur bersama antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI, dengan mempertimbangkan antara lain kondisi pasar keuangan dan dampaknya terhadap inflasi.
Kemudian sebagai langkah antisipatif, BI membeli surat repo surat berharga yang dimiliki LPS untuk biaya penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik dan bank selain bank sistemik.
Serta, memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah kepada bank sistemik atau bank selain bank sistemik.
Selain itu, mengatur pengelolaan lalu lintas devisa bagi penduduk Indonesia.
Penggunaan devisa bagi penduduk termasuk ketentuan mengenai penyerahan, repatriasi, dan konversi devisa dalam rangka menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan.
Dikatakannya, BI akan terus berkoordinasi dalam melakukan langkah tersebut bersama pemerintah, OJK, dan LPS untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.
Termasuk langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan.
Baca juga: BI: Aliran modal asing keluar RI karena corona capai Rp167,9 triliun
Baca juga: Presiden Jokowi: Relaksasi defisit APBN dibutuhkan sampai 2022
Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020