• Beranda
  • Berita
  • India "lockdown", Peneliti: Indonesia perlu diversifikasi impor gula

India "lockdown", Peneliti: Indonesia perlu diversifikasi impor gula

2 April 2020 13:33 WIB
India "lockdown", Peneliti: Indonesia perlu diversifikasi impor gula
Gula pasir. (net)
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai pemerintah Indonesia perlu melakukan diversifikasi negara tujuan impor gula terkait pemberlakuan karantina wilayah (lockdown) oleh pemerintah India.

Felippa mengatakan pemerintah perlu mengambil langkah strategis dalam memenuhi kebutuhan gula domestik, terutama untuk menjaga kestabilan harga di masa pandemi Covid-19.

"Untuk itu, pemerintah diharapkan sudah memiliki pemetaan mengenai negara-negara penghasil gula selain India untuk dijadikan alternatif tujuan impor," kata Felippa di Jakarta, Kamis.

Melonjaknya harga gula di Indonesia sejak awal 2020 diharapkan bisa teratasi dengan masuknya gula impor dari India. Namun hingga kini, impor gula sebanyak 550.000 ton yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan domestik hingga Juli mendatang belum juga terealisasi.

Menurut dia, harga dikhawatirkan akan semakin bertambah menjelang Ramadan dan Idul Fitri, di mana permintaan akan gula selalu meningkat.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga rata-rata gula pasir nasional hingga Kamis (2/4) ini sudah mencapai Rp18.350 per kilogram. Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan harga acuan tingkat konsumen sebesar Rp12.500 per kg.

Ada pun Indonesia mengimpor gula dari India sebagai bentuk pertukaran dengan ekspor kelapa sawit. Selain dari India, ada beberapa negara lain yang selama ini menjadi pemasok gula.

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa di tahun 2018, Thailand menjadi pemasok impor gula terbesar Indonesia dengan volume impor mencapai 4,04 juta ton atau sebesar 80,29 persen dari total volume impor gula Indonesia.

Impor gula dari Thailand didukung faktor produksi gula Thailand yang jauh lebih produktif dari Indonesia. Berdasarkan data FAO, produksi tebu Thailand dapat mencapai 76 ton/hektar hingga menghasilkan 104 juta ton. Sementara Indonesia hanya mencapai 52 ton/hektar dengan total hasil 2,17 juta ton.

Thailand disusul oleh Australia yang menyumbang 922,9 ribu ton gula atau 18,35 persen total volume impor. Australia juga lebih produktif dengan 75 ton/hektar. Sementara itu, Brazil yang merupakan penghasil dan pengekspor tebu terbesar di dunia hanya menyumbang 1,19 persen total volume impor Indonesia, yaitu sebanyak 60 ribu ton.

"Ketika perdagangan dengan India terhambat, negara-negara ini dapat dipertimbangkan menjadi rekan perdagangan lain," kata Felippa.

Ia juga mendorong pemerintah untuk memberikan relaksasi kebijakan impor gula, sebagaimana yang sudah dilakukan pada kebijakan impor produk hortikultura melalui pembebasan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Perizinan Impor (SPI).
 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020