Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Mudzakkir menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak dapat diterapkan untuk konten penyiaran.Dua domain hukum yang berbeda tidak boleh disatukan, meskipun siaran juga menggunakan sarana teknologi informasi
Mudzakkir saat dihubungi dari Jakarta, Jumat, mengatakan, Undang-Undang ITE tidak dapat diberlakukan terhadap penyiaran.
"Dua domain hukum yang berbeda tidak boleh disatukan, meskipun siaran juga menggunakan sarana teknologi informasi," ujar Mudzakkir.
Ia menyatakan, UU ITE tidak berlaku untuk siaran dan penyelesaiannya wajib menggunakan Undang-Undang Penyiaran (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002).
Pakar hukum pidana dari Unpad Bandung Nella Sumika Putri menilai lembaga penyiaran berlangganan yang memiliki izin resmi dari pemerintah, tidak dapat dipidana dengan menggunakan UU ITE.
"Lembaga penyiaran itu kan harus berizin. Harusnya, kalau sudah mendapatkan izin yang sah dari pemerintah, lembaga tersebut memiliki kekuatan yang sah untuk tidak dipidana, sepanjang lembaga itu melakukan hal-hal yang ditentukan oleh Undang-Undang Penyiaran itu sendiri dalam proses penyiarannya," ujar dosen hukum pidana itu lagi.
Baca juga: Menkumham: Pidana penyiar berita bohong jika timbul keonaran besar
Nella menambahkan, penyiaran konten ”free to air” misalnya yang dilakukan oleh lembaga penyiaran berlangganan dengan izin resmi dibenarkan oleh Undang-Undang Penyiaran dan tidak dapat dijerat dengan undang-undang ITE.
"Sepanjang operasional tersebut dibenarkan undang-undang, tidak dapat dikenakan pemidanaan, seperti misalnya menyiarkan dalam konteks free to air, itu dibenarkan karena memang diberikan hak untuk melakukan hak siar tersebut," katanya pula.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020