Virus corona jenis baru yang menyebabkan COVID-19 memang memiliki potensi penularan ke hewan meski kejadiannya sangat langka dan tidak berbahaya bagi hewan itu, kata pakar mikrobiologi Sugiyono Saputra.Tapi perlu ditekankan selain jarang terjadi tidak ada bukti yang memperlihatkan hewan yang tertular itu akan menularkan ke manusia lagi
"Potensi penularan dari manusia ke hewan lain itu mungkin. Artinya mungkin virus tersebut punya kecocokan reseptor dengan hewan tersebut," kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu ketika dihubungi dari Jakarta, Senin.
Baca juga: Peneliti: Pemusnahan kelelawar dapat ubah ekosistem
Penularan penyakit dari manusia ke hewan disebut dengan istilah zooanthroponosis dan biasanya terjadi karena kecocokan reseptor membuat virus itu dapat menempel ke inang di hewan dan bereplikasi atau memperbanyak diri.
Itu juga menandakan, kata dia, bahwa SARS-CoV-2 itu jangkauannya luas karena tidak hanya dapat terjadi penularan sesama manusia tapi juga antara manusia ke hewan terutama mamalia.
Baca juga: Pemburu "codot" di Ngawi-Jatim tak khawatirkan wabah virus COVID-19
Tapi zooanthroponosis itu sangat jarang terjadi dan masih perlu penelitian lebih lanjut bagaimana hal itu bisa terjadi.
"Tapi perlu ditekankan selain jarang terjadi tidak ada bukti yang memperlihatkan hewan yang tertular itu akan menularkan ke manusia lagi," kata dia.
Sebelumnya, seekor harimau malaya yang berada di konservasi satwa liar di Kebun Binatang Bronx, New York, Amerika Serikat, terbukti terinfeksi COVID-19 setelah melakukan kontak dengan penjaga hewan.
Baca juga: Peneliti jelaskan alasan kelelawar tak sakit meski memiliki COVID-19
Harimau tersebut mengalami batuk tapi diperkirakan akan segera sembuh. Tidak hanya itu, seekor anjing di Hong Kong dan kucing di Belgia juga diduga terinfeksi penyakit yang disebabkan virus corona jenis baru itu.
Virus corona bukanlah hal yang langka di hewan dengan beberapa hewan terbukti memiliki jenis virus itu seperti ular dan kelelawar meski tidak membuat hewan tersebut sakit.
Baca juga: Hutan berkurang wabah menyerbu
Asumsi itu, kata pakar patologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Agus Setiyono, muncul karena hewan-hewan itu tidak menunjukkan gejala klinis. Hal itu mirip dengan hasil penelitian yang telah dilakukannya terhadap kelelawar buah di Indonesia.
Kelelawar itu memiliki virus corona tapi hewan itu tidak menunjukkan sakit atau gejala klinis lain.
"Kelelawar yang kita teliti tidak menunjukkan sakit tapi mengandung virus. Virusnya kebetulan betacoronavirus yang berpotensi menyebabkan persoalan di manusia," ujar dia.
Baca juga: Peneliti: Ada kemungkinan rekombinasi virus di trenggiling
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2020