"Hal ini adalah upaya melengkapi upaya sekala (fisik) dan niskala (rohani) untuk mempercepat penanggulangan COVID-19. Secara niskala sangat berkaitan dengan menghormati Bhuta Kala sebelum Tilem Kadasa (bulan mati kesepuluh), yaitu tanggal 22 April, disertai dengan upacara Bhuta Yadnya yang berskala kecil," kata Ketua MDA Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, saat dikonfirmasi di Denpasar, Senin malam.
Menurut Sukahet, berbeda dengan Nyepi yang menandai pergantian Tahun Baru Caka, pada Nyepi Desa Adat serentak nanti, krama atau warga desa adat hanya tidak boleh keluar rumah atau dengan kata lain tinggal di rumah saja selama tiga hari, kecuali yang mempunyai tugas khusus dan mendapatkan dispensasi.
Kalau Nyepi yang merupakan awal Tahun Baru Caka itu, kata dia, masyarakat Bali selain tidak diizinkan keluar rumah, juga dilarang untuk menyalakan penerangan dan saluran internet maupun siaran televisi juga dimatikan, bandara hingga pelabuhan juga tidak beroperasi.
Sementara bagi umat yang bukan warga desa adat, diimbau untuk turut berpartisipasi dalam Nyepi Desa Adat itu.
"Rencana ini disetujui antara MDA dan PHDI hanya tidak boleh keluar rumah saja, sedangkan lain-lainnya akan normal seperti bandara, internet dan sebagainya. Jadi hanya 'eka berata' atau tidak keluar rumah saja," ucapnya.
Pihaknya pada 8 April mendatang, bersama PHDI Bali akan menggelar paruman atau rapat untuk memfinalisasi rencana Nyepi atau Nyipeng Desa Adat ini. "Setelah tanggal 8 April akan kami susul dengan edaran resmi," ucapnya.
Nantinya edaran tersebut akan sepengetahuan Gubernur Bali Wayan Koster karena hal ini memang yurisdiksi Majelis Desa Adat bersama PHDI Bali.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020