"Taruhan kebijakan moneter BI kali ini adalah bagaimana mengerakkan ekonomi sektor riil secara signifikan dan itu yang diharapkan. Galibnya kebijakan mitigasi risiko sektor keuangan supaya tidak terpuruk lebih dalam karena di tengah wabah COVID-19, ekonomi harus tetap jalan," katanya di Kabupaten Jember, Kamis.
Menurutnya kebijakan moneter itu diterjemahkan sebagai upaya tetap mengerakkan ekonomi dengan strategi tetap berkonsumsi di masa krisis (keep buying strategy) sebagai antisipasi kemungkinan munculnya resesi.
Baca juga: BI optimistis defisit transaksi berjalan tetap 2,5-3 persen
Rupiah terjerembab lumayan dalam hingga Rp16.000 per dolar AS, begitu pula IHSG ikut-ikutan jatuh, sehingga kebijakan moneter akan wabah COVID-19 lebih pada meredam adanya kejutan eksternal yang menggangu keseimbangan di pasar barang dan jasa dan pada waktu yang bersamaan mendistorsi keseimbangan makro.
"Perlu dipertimbangkan pula bahwa kebijakan moneter memiliki fokus mengurangi jangkauan COVID-19 yang luas dengan menjaga konfiden pasar keuangan dan memunculkan efek kepercayaan yang besar terhadap pelaku ekonomi dan masyarakat," ujarnya.
Menurutnya kebijakan moneter memang tidak bisa berdiri sendiri dalam mengatasi wabah COVID-19 dan itu penting ditekankan karena stimulus moneter tidak cukup, perlu stimulus fiskal dan ekonomi lainnya.
"Namun yang jelas BI sebagai otoritas moneter dan pemerintah sebagai otoritas fiskal (Kemenkeu) beserta OJK harus terus bergerak dalam satu ritme dan memiliki satu sinergi supaya bisa dapat menemukan berbagai solusi lainnya," katanya.
Baca juga: BI dan pemerintah berupaya cegah dampak terburuk wabah COVID-19
Ia menjelaskan kebijakan moneter perlu dibarengi dengan kebijakan fiskal yang langsung berhadapan dengan sektor produktif dan masyarakat melalui program jaring pengaman sosialnya.
"Daya tahan ekonomi karena virus Corona itu diukur dari tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan tingkat ketepatan kebijakan pemerintah dalam menghadapinya," ucap dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unej itu.
Selain itu, lanjut dia, kebijakan non-ekonomi yang juga perlu adalah memastikan efektifitas kebijakan publik di sektor kesehatan terlebih dulu dengan tingkat akurasi serta presisi yang tinggi untuk menghindari dampak negatif virus Corona, terlebih pada masyarakat yang memiliki kerentanan tinggi.
"Peran kebijakan itu lebih pada pengurangan bagi kelompok pekerja atau usaha mikro kecil yang terdampak disrupsi pendapatan temporer untuk mendapat perlindungan. Disinilah urgensi kebijakan ekonomi perlu dilakukan berbarengan dengan kebijakan publik non-ekonomi lainnya," ujarnya.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020