• Beranda
  • Berita
  • Ekonomi lesu akibat COVID-19, perluasan basis pajak mendesak dilakukan

Ekonomi lesu akibat COVID-19, perluasan basis pajak mendesak dilakukan

9 April 2020 20:22 WIB
Ekonomi lesu akibat COVID-19, perluasan basis pajak mendesak dilakukan
Ilustrasi - Pajak. ANTARA

Perluasan basis pajak menjadi pendekatan yang tepat lantaran minimnya basis pajak

Research Coordinator Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Denny Vissaro menilai perluasan basis pajak semakin mendesak dilakukan di tengah kondisi ekonomi yang lesu akibat wabah COVID-19 dan berdampak terhadap penerimaan perpajakan.

Menurut Denny, saat kontribusi ekonomi terhadap pajak menurun, pemerataan beban pajak melalui strategi yang tepat sasaran semakin dibutuhkan.

"Pemerataan beban pajak melalui strategi yang tepat sasaran bukan hanya ditujukan untuk mempertahankan penerimaan pajak, namun juga untuk meredistribusi beban pajak secara lebih adil sesuai dengan kemampuan membayar," ujar Denny dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ia menuturkan, perluasan basis pajak menjadi pendekatan yang tepat lantaran minimnya basis pajak di Indonesia. Basis pajak yang minim ini bisa dilihat dari empat indikator.

Pertama, tingginya shadow economy alias aktivitas ekonomi yang tidak tercatat. Kedua, struktur penerimaan pajak yang tidak berimbang. Ketiga, kecilnya partisipasi jumlah wajib pajak. Keempat, deviasi aturan sistem pajak yang menyebabkan berkurangnya penerimaan atas dasar tujuan tertentu.

"Dari keempat persoalan tersebut, jelas bahwa basis pajak masih menjadi persoalan yang mendasar di Indonesia," kata Denny.

Untuk memperluas basis pajak tersebut, lanjut Danny, setidaknya ada lima langkah yang perlu dilakukan. Pertama, mengurangi ketergantungan pajak dari lapisan wajib pajak tertentu

Hal tersebut bisa dilakukan melalui reorganisasi kantor pajak dan realokasi proporsi wajib pajak yang ditangani kantor pajak.

Pemerintah telah melakukan hal ini, misalnya, dengan mengubah fungsi kantor pelayanan pajak (KPP) pratama untuk menyasar kelompok wajib pajak yang belum masuk ke dalam pendataan.

Kedua, kemudahan administrasi pajak. Pengurangan administrasi pajak yang dianggap terlalu membebani, akan mencegah kelalaian wajib pajak dalam melaksanakan administrasinya.

Ketiga, meningkatkan moral pajak untuk membangun kepatuhan pajak sukarela. Kualitas moral pajak, tutur Denny, akan menentukan sejauh mana basis pajak dapat mencapai mayoritas wajib pajak, terutama yang berasal dari sektor informal.

"Dengan moral pajak yang lebih baik, kontribusi pajak penghasilan yang bersifat angsuran atau kurang bayar dari orang pribadi diharapkan bisa optimal," ujar Denny.

Strategi keempat, adalah memonitor dan mengevaluasi belanja perpajakan. Strategi tersebut perlu dilakukan lantaran setiap pelemahan ekonomi memiliki sumber yang berbeda-beda sehingga relaksasi pajak yang dibutuhkan juga berbeda.

Oleh karena itu, lanjut Denny, ada baiknya pemerintah mengurangi belanja pajak yang tidak menjadi prioritas saat ini.

Selain itu, strategi perluasan basis pajak kelima adalah dengan mempertimbangkan jenis objek pajak baru, misalnya warisan atau pajak berbasis kekayaan lainnya. Saat tekanan untuk menurunkan tarif pajak semakin besar, perumusan objek pajak baru bisa menjadi opsi.

Denny menambahkan, penambahan objek pajak baru memang belum tentu serta merta memberikan dampak dalam waktu dekat. Namun, hal tersebut akan sangat berguna untuk jangka panjang.

Selain itu, ia juga mengingatkan, perluasan basis pajak sebaiknya tidak dilakukan semata-mata untuk pengumpulan penerimaan.

"Lebih penting lagi, langkah tersebut perlu dilakukan dalam menciptakan kontrak fiskal yang lebih baik, adil, dan berkesinambungan dengan masyarakat," katanya.

Baca juga: Sri Mulyani prediksikan defisit APBN 2020 capai 5,07 persen
Baca juga: Kemenkeu beri 4 insentif pajak bagi pelaku usaha terdampak COVID-19

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020