Kuasa hukum PT SIM, Khresna Guntarto dari KGP Law Office melalui pernyataan tertulis yang diterima, Kamis, menyebutkan bahwa laporan tersebut telah diserahkan pada hari Rabu (8/4). Laporan ini diterima bagian pengaduan Ombudsman RI.
Selanjutnya, kata dia, sesuai dengan Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Ombudsman RI Nomor 002 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan, akan dilakukan pemeriksaan syarat formil pengaduan sebelum pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor.
Baca juga: Tingkat hunian anjlok, hotel tutup di Palembang terus bertambah
Menurut dia, pemutusan kerja sama itu sarat malaadministrasi dan tidak manusiawi karena dilakukan di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat mewabahnya COVID-19.
Keputusan Pemerintah Provinsi NTT, kata dia, juga kontradiktif dengan kebijakan relaksasi, stimulus, dan insentif yang disampaikan pemerintah pusat untuk bidang perekonomian guna mengatasi wabah.
Ia mengatakan bahwa mewabahnya COVID-19 telah mengakibatkan resesi ekonomi dalam skala yang masif dan sektor pariwisata merupakan salah satu bidang yang paling terdampak.
Mengutip keterangan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) per 1 April 2020, dia menyebutkan setidaknya 1.139 hotel telah menutup sementara kegiatannya.
"Ibarat peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. PT SIM yang mati-matian sedang mempertahankan usaha perhotelan dalam kondisi saat ini, menjadi dipaksa untuk gulung tikar akibat desakan Pemerintah Provinsi NTT kepada PT SIM untuk menyerahkan bangunan dan meninggalkan lokasi Pantai Pede," katanya.
Ia menegaskan bahwa PT SIM menolak pemutusan secara sepihak dan keberatan untuk menyerahkan bangunan sebab surat pemutusan kerja sama tersebut didasarkan pada fitnah yang bertentangan dengan fakta sesungguhnya.
Baca juga: PHRI sebut 1.266 hotel tutup karena terdampak COVID-19
PT SIM, lanjut dia, tidak pernah terlambat atau menunggak pembayaran biaya kontribusi tahunan pada tahun 2015/2017 sebagaimana dituduhkan dalam surat pemutusan hubungan kerja.
"PT SIM selalu membayar biaya kontribusi tahunan sesuai dengan PKS yang telah disepakati mulai dari 2017 sampai dengan 2019, serta terus berkomitmen untuk membayar kontribusi tahunan dan pembagian hasil sebesar 10 persen pada tahun ke-10," katanya.
Pembayaran kontribusi, lanjut dia, baru dilakukan sejak 2017 karena pada tahun 2014—2016 adalah masa konstruksi yang belum dikenakan kewajiban membayar kontribusi.
Oleh sebab itu, alasan pemutusan kerja sama tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur Pasal 236 Ayat (2) Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Khresna menilai tindakan Gubernur NTT mengakibatkan rasa tidak aman dan tidak nyaman bagi PT SIM dalam menjalankan investasi di bidang kepariwisataan di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta menimbulkan keragu-raguan dan tidak adanya kepastian hukum bagi PT SIM ataupun investor lainnya.
Selain pengaduan kepada Ombudsman RI, PT SIM juga mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri selaku pengawas jalannya pemerintahan daerah.
Baca juga: PHRI akui kemungkinan tak semua hotel bisa bayar THR karyawan
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020