"Solusi yang ditawarkan Mendikbud seolah menjadi oase di tengah padang pasir, karena banyak guru yang tidak sanggup menyelenggarakan kelas maya karena keterbatasan kuota internet," ujar Ramli dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Dia menambahkan kelas maya pembelajaran daring telah berjalan selama tiga pekan. Banyak guru dan siswa yang mengeluhkan keterbatasan kuota internet.
Baca juga: Nadiem perbolehkan dana BOS untuk pembelian kuota internet
Baca juga: Pembelajaran daring tidak melulu menggunakan kuota internet
Ramli mengemukakan Mendikbud perlu membuat aturan tertulis yang akan menjadi acuan kepala sekolah dalam menggunakan dana BOS.
"Bisa Permendikbud tentang perubahan petunjuk teknis (juknis) BOS atau aturan lain, yang secara tertulis bisa menjadi dasar yang harus segera dikeluarkan Kemendikbud. Inspektorat di daerah tidak bisa menerima jika hanya sekedar omongan atau bincang-bincang seperti it, karena tidak bisa menjadi acuan, harus segera di buat produk hukum tertulis," kata Ramli.
Kepala sekolah, kata dia, tidak akan berani membuat kebijakan tanpa dasar hukum tertulis dari Kemendikbud. Untuk itu, Kemendikbud harus segera membuat acuan tersebut agar kepala sekolah segera menjalankan aturan itu.
Terkait pembelajaran melalui televisi, yakni "Belajar dari Rumah", mungkin menjadi solusi untuk daerah-daerah yang tertinggal dan tidak mendapatkan jaringan internet. "Program tersebut kurang efektif, karena ada 12 jenjang dari SD hingga SMA. Mata pelajarannya juga tidak sedikit," kata dia.
Baca juga: Kemendikbud sebut portal Rumah Belajar diakses 34 juta pengguna
Meski demikian, dia mengapresiasi program tersebut. Saat ini, di sejumlah daerah juga sudah mulai menginisiasi pembelajaran daring.
"Sulawesi Selatan bahkan sudah bekerja sama dengan Radio Republik Indonesia (RRI) untuk proses pembelajaran di daerah terpencil," terang dia.
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020