• Beranda
  • Berita
  • Erupsi Gunung Anak Krakatau tidak memicu tsunami, sebut BMKG

Erupsi Gunung Anak Krakatau tidak memicu tsunami, sebut BMKG

11 April 2020 09:38 WIB
Erupsi Gunung Anak Krakatau tidak memicu tsunami, sebut BMKG
FOTO ARSIP - Petugas BMKG memasang alat pengukur ketinggian air atau "water level" saat berlangsung erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) di Pelabuhan Pulau Sebesi, Lampung Selatan, Lampung, Selasa (1/1/2019). BMKG memasang alat di pulau yang dekat dengan Gunung Anak Krakatau tersebut untuk memantau ketinggian air sekaligus sebagai data dalam menentukan peringatan dini bila terjadi gelombang tsunami di Selat Sunda karena gempa tektonik maupun vulkanik. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.


Berdasarkan monitoring muka laut yang dilakukan menggunakan "tide gauge" dan Radar Wera, BMKG menyimpulkan bahwa erupsi Gunung Anak Krakatau pada Jumat malam tidak memicu terjadinya tsunami

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan erupsi Gunung Anak Krakatau di Lampung yang terjadi sejak Jumat (10/4) malam pukul 21.00 WIB hingga 11 April 2020 pukul 06.00 WIB tidak memicu terjadinya tsunami.

"Hasil monitoring muka laut menggunakan 'tide gauge' di Pantai Kota Agung, Pelabuhan Panjang, Binuangen dan Marina Jambu menunjukkan tidak ada anomali perubahan muka laut," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono dalam pernyataan yang diterima ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Berdasarkan hasil monitoring muka laut menggunakan Radar Wera yang berlokasi di Kahai, Lampung dan Tanjung Lesung, Provinsi Banten, katanya, tidak menunjukkan adanya anomali muka laut pada waktu yang sama.

Oleh karena itu, berdasarkan monitoring muka laut yang dilakukan menggunakan "tide gauge" dan Radar Wera, BMKG menyimpulkan bahwa erupsi Gunung Anak Krakatau pada Jumat malam tidak memicu terjadinya tsunami.

Hasil monitoring kegempaan BMKG tepat pada saat terjadinya erupsi pukul 21.58 WIB dan pukul 22.35 WIB menunjukkan bahwa sensor BMKG tidak mencatat adanya aktivitas seismik.

Oleh karena itu, erupsi Gunung Anak Krakatau berdasarkan catatan sensor BMKG lebih lemah dibandingkan erupsi yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu.

Namun demikian, BMKG mencatat ada gempa di Selat Sunda berdasarkan hasil monitoring seismik pada pukul 22.59 WIB hingga 23.00 WIB, baik eksisting maupun sensor baru yang dipasang pada 2019.

Sensor seismik BMKG tersebut adalah CGJI di Cigeulis, Banten, WLJI di Wonosalam, Banten, PSSM di Pematang Sawah, Lampung, LLSM di Limau, Lampung, KASI di Kota Agung, Lampung, CSJI di Ciracap, Jawa Barat, dan KLSI di Kotabumi, Lampung.

Hasil analisis BMKG terkait gempa tersebut menujukkan terjadinya gempa tektonik di Selat Sunda pada pukul 22.59 WIB dengan magnitudo 2,4 dengan episenter terletak pada koordinat 6,66 lintang selatan (LS) dan 105,14 bujur timur (BT), tepatnya di laut pada jarak 70 kilometer (km) arah selatan baratdaya Gunung Anak Krakatau di kedalaman 13 km.

Terkait suara dentuman yang beberapa kali terdengar dan meresahkan masyarakat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), maka hasil monitoring BMKG sejak Jumat malam hingga Sabtu pagi pukul 06.00 WIB menunjukkan tidak ada aktivitas gempa tektonik yang kekuatannya signifikan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.

Meski demikian, ada aktivitas gempa kecil di Selat Sunda pada pukul 22.59 WIB dengan magnitudo M 2,4, tetapi gempa tersebut kekuatannya tidak signifikan dan tidak dirasakan oleh masyarakat.

Berdasarkan data tersebut maka BMKG memastikan bahwa suara dentuman tersebut tidak bersumber dari aktivitas gempa tektonik, demikian Rahmad Triyono.

Baca juga: Erupsi Gunung Anak Krakatau berlangsung sampai Sabtu pagi

Baca juga: PVMBG sebut suara dentuman bukan karena erupsi Anak Krakatau

Baca juga: Anak Krakatau erupsi semburkan abu vulkanik 657 meter

Pewarta: Katriana
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020