Yang tepat adalah mengurangi jumlah penumpangnya bukan jam perjalanannya yang dikurangi
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang menilai sektor tranportasi harus tunduk pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
“Termasuk pengendalian dalam penggunaan transportasi juga harus tunduk kepada Permenkes Nomor 9 Tahun 2020,” kata Deddy dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Dia menambahkan meskipun dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang berhak menentukan PSBB adalah Kemenkes, namun peraturan itu mesti diikuti semua pihak.
Kemudian, terbitlah Peraturan Gubernur DKI No 33 tahun 2020 dan yang melarang ojek daring (online) mengangkut penumpang selain barang saat PSBB.
Selain itu terbit Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19 yang mengizinkan ojol mengangkut penumpang.
Baca juga: Ini syarat Kemenhub izinkan transportasi online angkut penumpang
“Ternyata penerbitan aturan ini memancing perdebatan karena berseberangan antara Pergub DKI dan Permenhub," katanya.
Menurut Deddy, sebaiknya Pergub DKI tetap mengacu kepada Permenkes tentang PSBB karena yang mengizinkan Pemda dalam berlakukan PSBB adalah Kemenkes bukan Kemenhub.
“Sedih sekali pada Senin hari ini 13 April 2020 terjadi penumpukan kembali di beberapa stasiun semisal di Citayam dan Bogor," katanya. Ia pun menilai penerapan physical distancing gagal lagi, sehingga akhirnya PT KCI menambah perjalanan KRL mengangkut penumpang.
Baca juga: Antisipasi kepadatan, KCI operasikan lima kereta tambahan
Ternyata, lanjut Deddy, ketika PSBB diberlakukan di Jakarta pada Senin ini masyarakat masih banyak yang bekerja, sehingga pembatasan waktu perjalanan pada pukul 6.00 WIB malah menumpuk. Aturan PSBB bahwa angkutan umum massal diizinkan mengangkut 50 persen dari kapasitas normal seakan diabaikan.
“Kekeliruan ini kembali terjadi karena yang dikurangi jam perjalanannya, bukan dikurangi penggunanya. Yang tepat adalah mengurangi jumlah penumpangnya bukan jam perjalanannya yang dikurangi. Apalagi bila PSBB hanya diizinkan mengangkut maksimal 50 persen penumpang, konsekuensi logisnya jumlah perjalanan keretanya harus dua kali lebih banyak," ujarnya.
Baca juga: Kemenhub terbitkan regulasi pengendalian transportasi cegah COVID-19
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020