• Beranda
  • Berita
  • Indonesia butuh Rp3.461 triliun untuk target penurunan emisi 2030

Indonesia butuh Rp3.461 triliun untuk target penurunan emisi 2030

15 April 2020 05:00 WIB
Indonesia butuh Rp3.461 triliun untuk target penurunan emisi 2030
Foto tangkapan layar Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Adi Budiarso yang berbicara secara visual saat peluncuran Buku Pendanaan Publik untuk Pengendalian Perubahan Iklim Indonesia 2016-2018 di Jakarta, Selasa (14/4/2020). (ANTARA/Virna P Setyorini)

Pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit dan diestimasi mencapai Rp3.461 triliun di 2030.

Dalam Second Biennial Update Report (BUR) 2018, Indonesia menyampaikan estimasi kebutuhan pendanaan untuk mencapai target penurunan emisi pada tahun 2030 mencapai 247,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp3,461 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu di Jakarta dalam keterangannya, Rabu, menjelaskan Indonesia komitmen menurunkan emisi 26 persen di 2020 dan 29 persen di 2030. Serta 41 persen jika mendapat bantuan internasional.

Selain upaya penurunan emisi, Indonesia juga komitmen meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Namun tentunya, capaian penurunan emisi GRK tersebut membutuhkan dana tidak sedikit.

Baca juga: KLHK: Harus ada komitmen penurunan emisi dalam NDC perubahan

“Di second BUR 2018, Indonesia menyampaikan 247,2 miliar dolar AS kebutuhan dana. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kerangka pendanaan. Pendanaan perubahan iklim dapat dari berbagai sumber publik, swasta atau campuran,” ujar dia.

Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Adi Budiarso mengatakan apabila melihat kemampuan anggaran, untuk mengukur kemampuan dana publik, Kemenkeu berhasil menginisiasi secara transparan komitmen untuk terus meningkat.

“Tahun ini kita akan masuk budget tagging di daerah, di 12 Kementerian/Lembaga, proses ini sudah melibatkan sistem penganggaran kita. Kita ingin memasukkan ini di AKSARA,” ujar dia.

Saat ini, ia mengatakan BKF Kemenkeu sedang bekerja sama dengan UNDP untuk melakukan idenfitikasi kerangka pendanaan ke depannya karena begitu nyatanya ancaman perubahan iklim, kebutuhan pendanaan akan meningkat.

Contohnya penanganan pandemi COVID 19 yang, menurut dia, sudah memakan dua hingga tiga persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Negara-negara maju bisa mengalokasikan 10 persen PDB mereka untuk kesehatan, jaring pengaman sosial.

Pendanaan pengendalian perubahan iklim sudah teralokasikan Rp109,7 triliun di 2018, dengan rata-rata Rp92,5 triliun per tahun dari 2016 sampai dengan 2018, atau 4,3 persen dari APBN per tahun. Sebanyak 55 persen digunakan untuk mitigasi, 34 persen untuk adaptasi dan 11 persen combenefit.

Baca juga: Perpanjang "physical distancing" bisa perbaiki kualitas udara Jakarta
Baca juga: Emisi CO2 batu bara global turun 2 persen

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020