Ortega, mantan gerilyawan sayap kiri berusia 74 tahun, diketahui sempat sakit parah. Namun saat tampil di hadapan publik, ia tidak menerangkan alasannya absen selama 33 hari.
Walaupun demikian, ia menyatakan Nikaragua akan menangani pandemi dengan penuh tanggung jawab.
"Kami tidak pernah berhenti bekerja karena jika warga tak bekerja, mereka mati," kata Ortega. "Kami adalah negara para pekerja, orang-orang yang tidak akan mati karena kelaparan," ujar dia.
Riwayat kesehatan Ortega merupakan informasi yang tertutup rapat dan banyak spekulasi muncul di kalangan masyarakat saat ia menghilang dari hadapan publik.
Beberapa tahun lalu, Ortega pernah mengalami dua serangan jantung, tingkat kolesterol tinggi, dan penyakit lainnya, kata seorang pejabat minggu lalu. Sejak saat itu, presiden berupaya menjaga kondisi kesehatannya, tambah dia.
Sebelum menjabat untuk kedua kalinya sebagai presiden, Ortega sempat merancang perubahan konstitusi sehingga memungkinkan ia terpilih kembali.
Ortega, lewat pidatonya, mengatakan Nikaragua memiliki jumlah pasien positif COVID-19 terendah karena hanya sembilan orang yang dinyatakan positif dan satu di antaranya meninggal dunia.
"Kami memiliki kapasitas menangani pasien virus corona (SARS-CoV-2)," terang Ortega.
Akan tetapi, sejumlah ahli kesehatan mempertanyakan ketepatan data pemerintah mengenai pasien positif COVID-19 di Nikaragua. Mereka mendorong pemerintah menyiarkan jumlah orang yang telah diperiksa.
Nikaragua merupakan satu dari sedikit negara yang tidak menerapkan aturan pembatasan, tidak melarang adanya pertemuan berskala besar, dan tidak menutup sekolah serta universitas, sebagaimana dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sumber: Reuters
Baca juga: Polisi Nikaragua tangkap 13 lawan Presiden Ortega
Baca juga: Petani pemimpin penentangan Presiden Nikaragua dipenjara 216 tahun
Baca juga: Ortega kembali terpilih sebagai Presiden Nikaragua
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020