Pemerintah Haiti akan kembali membuka industri tekstilnya pada minggu depan, kata Perdana Menteri Joseph Jouthe, Rabu (15/4), dan kebijakan itu menunjukkan Haiti telah melalui krisis pandemi COVID-19 dengan menetapkan status darurat lebih awal daripada negara lain.Pertanyaannya saat ini apakah kami akan mati kelaparan atau karena corona
Haiti, negara termiskin di belahan bumi bagian barat, sempat kesulitan menanggulangi penyakit menular itu karena padatnya populasi penduduk, kelangkaan air bersih dan fasilitas sanitasi, serta layanan kesehatan yang kurang memadai.
Di tengah kesulitan itu, Haiti baru melaporkan 41 kasus positif dan tiga korban jiwa. Sementara di negara tetangga, Republik Dominika, kasus positif COVID-19 mencapai 3.614 orang dan 200 di antaranya meninggal dunia.
Dua negara itu memiliki penduduk kurang lebih 11 juta jiwa, tetapi Haiti menerima lebih sedikit wisatawan sehingga negara itu dapat menetapkan status darurat dengan cepat setelah melaporkan dua kasus pertama sekitar bulan lalu.
Baca juga: Haiti umumkan status darurat COVID-19 setelah laporkan kasus pertama
Otoritas di Haiti juga menutup perbatasan dan sekolah, serta tempat ibadah dan kawasan industri.
"Saya pikir kami merespon dengan baik meskipun ada sedikit pelanggaran, warga menari dan menghentikan pesta," kata Jouthe.
Walaupun demikian, Haiti hanya melakukan pemeriksaan COVID-19 terhadap 453 orang, demikian data dari Kementerian Kesehatan. Angka itu dinilai cukup rendah sehingga banyak pihak berasumsi jumlah penderita COVID-19 kemungkinan lebih tinggi dari data resmi pemerintah.
Jouthe mengatakan pemberlakuan status darurat berakhir cepat dan pemerintah mempertimbangkan kemungkinan memperpanjang kebijakan tersebut. Akan tetapi, otoritas terkait telah mengizinkan industri tekstil kembali beroperasi mengingat 90 persen ekspor bergantung pada usaha tersebut.
Industri tekstil di Haiti akan kembali beroperasi Senin pekan depan. Pengusaha akan mengaktifkan kembali 30 persen kapasitas produksinya demi menjamin aturan jaga jarak dapat diberlakukan di tempat kerja.
Banyak negara-negara di dunia saat ini berdebat mengenai waktu terbaik melonggarkan aturan karantina yang diterapkan demi menghambat penyebaran virus. Pelonggaran aturan dinilai dapat menghidupkan kembali perekonomian yang sempat lumpuh.
Beberapa pihak menilai keputusan Haiti itu terlalu dini karena para ahli kesehatan mengingatkan penyebaran virus belum mencapai puncaknya di wilayah Amerika Latin dan Karibia. Akan tetapi, negara itu memiliki kebutuhan mengaktifkan kembali perekonomiannya.
"Pertanyaannya saat ini apakah kami akan mati kelaparan atau karena corona," kata Kepala Asosiasi Industri di Haiti, Georges Sassine.
Sassine menunjukkan jasa pengiriman uang, sumber pendapatan utama Haiti, kemungkinan akan lumpuh tahun ini karena para migran yang berada di kelompok terbawah akan paling terdampak oleh resesi global.
"Pemerintah tidak memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk mendukung upah para pekerja," kata seorang ekonom di Haiti, Etzer Emile.
"Saya juga berpikir ... pabrik-pabrik ini tidak ingin kehilangan pendapatan, yang pada akhirnya turut membantu negara menyeimbangkan neraca pembayarannya," terang dia.
Pabrik-pabrik yang membawahi sekitar sepertiga buruh tekstil diizinkan kembali beroperasi dua minggu lalu untuk memproduksi masker kain dan jubah medis.
Pemerintah berencana mendistribusikan jutaan masker gratis ke seluruh penduduk yang lebih dari separuh di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Dirut RS Haiti diculik di tengah darurat virus corona
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020