• Beranda
  • Berita
  • Peneliti: Pandemi momentum evaluasi struktur kebijakan bantuan sosial

Peneliti: Pandemi momentum evaluasi struktur kebijakan bantuan sosial

17 April 2020 11:37 WIB
Peneliti: Pandemi momentum evaluasi struktur kebijakan bantuan sosial
Ilustrasi: Warga memperlihatkan isi bantuan sembako pemerintah sebagai bantuan pangan akibat wabah COVID-19 di kawasan RW 03 Kebon Kacang, Jakarta, Minggu (12/4/2020). Bantuan sembako Pemprov DKI Jakarta tersebut guna meringankan beban perekonomian warga setempat yang terdampak COVID-19 di wilayah DKI Jakarta selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.


Namun ternyata dampak dari program-program ini belum cukup untuk menghindarkan penerimanya dari risiko kehilangan mata pencaharian

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menyatakan bahwa masa pandemi COVID-19 saat ini dapat dijadikan momentum untuk benar-benar mengevaluasi struktur kebijakan bantuan sosial yang diberikan kepada warga yang membutuhkan.

"Indonesia perlu menilai kembali struktur kebijakan kesejahteraan sosial," kata Felippa Ann Amanta di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, kebijakan terkait perlindungan sosial perlu dievaluasi karena selama pandemi COVID-19. Terlihat jelas bahwa masyarakat berpenghasilan rendah adalah yang paling rentan terhadap kejutan bencana.

Ia mengingatkan bahwa banyak pekerja dan buruh yang sangat bergantung pada pendapatan dari pekerjaan sehari-hari. Begitu juga dengan tenaga kerja bebas seperti pengemudi ojek daring yang mau tidak mau harus tetap beroperasi untuk mencari penghasilan.

Baca juga: Presiden beri perhatian masyarakat lapisan bawah, sopir hingga kenek

Felippa mengakui bahwa Indonesia sudah memiliki berbagai jenis bantuan sosial untuk masyarakat miskin, seperti contohnya Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan juga Bantuan Program Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) yang terbukti sangat esensial untuk masyarakat Indonesia.

"Namun ternyata dampak dari program-program ini belum cukup untuk menghindarkan penerimanya dari risiko kehilangan mata pencaharian," kata peneliti CIPS tersebut.

Untuk itu, ujar dia, Indonesia harus mengkaji kemungkinan untuk mengimplementasikan beberapa kebijakan baru, seperti asuransi tuna karya atau jaminan sosial lain yang siap membantu dalam keadaan bencana.

Baca juga: Kementerian Sosial salurkan bantuan khusus selama wabah COVID-19

Ia menegaskan kebijakan perlindungan yang ada akan bergantung kepada data yang lebih akurat terhadap situasi sosial ekonomi masyarakat Indonesia, sehingga bisa ditargetkan secara tepat.

"Kebijakan juga perlu dirancang sehingga tidak memberi disinsentif untuk mencari kerja, melainkan hanya sebagai perlindungan minimal ketika kelompok rentan terkena kejutan bencana," katanya.

Baca juga: Menko Airlangga: Penerima PKH, BLT tidak bisa ikut Kartu Prakerja

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020