"Sebaiknya DPR RI menolak Perppu Nomor 1/2020 ini karena berpotensi melanggar konstitusi, antara lain menarik fungsi anggaran dari DPR RI kepada Presiden, dan menarik atau menggabungkan kebijakan moneter dan fiskal sekaligus di tangan eksekutif," kata Syarief Hasan melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Selain itu, pemilik nama lengkap Syariefuddin Hasan itu menyebutkan batasan defisit anggaran sebesar 3 persen juga tidak jelas dan tidak transparan.
Untuk percepatan mengatasi pandemi virus corona, Pemerintah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan mengeluarkan Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Virus Corona Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapai Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Baca juga: Bamsoet: Perppu 1/2020 harus dibatasi masa berlakunya
Baca juga: Pemprov Jabar tertinggi "refocusing" anggaran untuk COVID-19
Baca juga: DPR tak dapat THR, PDI-P minta efisiensi anggaran tepat sasaran
Turunan dari Perppu Nomor 1/2020 adalah Peraturan Presiden Nomor 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Politikus Partai Demokrat tersebut berpendapat Perppu Nomor 1/2020 sebaiknya segera diganti dengan APBN-P.
"Bila Presiden tidak menarik atau mengganti Perppu Nomor 1/2020 dengan APBN-P dan membatalkan Perpres Nomor 54/2020, akan terdapat dua kebijakan Presiden pada tahun 2020 yang berpotensi melanggar konstitusi," ujarnya.
Syarief Hasan yang pernah menjabat Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah itu juga meyakini pembahasan APBN-P bisa diselesaikan dengan cepat.
"Saya yakin semua fraksi akan melakukan pembahasan dengan cepat dan tepat sesuai dengan undang-undang," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020