Meski banyak yang mengira itu adalah batik bermotif virus corona, nyatanya itu adalah baju koleksi lama sang dokter militer tersebut.
"Ini baju setahun yang lalu saat peringatan hari AIDS sedunia," kata Yuri kepada ANTARA di Jakarta pada Minggu.
Yuri, sapaan akrabnya, memang terlihat mengenakan batik bermotif bulat-bulat serupa virus dengan pita berwarna merah putih yang melengkung terjalin mirip pita simbol HIV AIDS.
Baca juga: Gaya hibrid Purana yang ramah lingkungan
Makna batik
Pendiri label batik Purana, Nonita Respati mengatakan bahwa motif-motif pada batik klasik memiliki makna filosofis termasuk doa dan harapan dari sang empunya batik itu sendiri.
"Dalam motif batik klasik setiap motifnya dari Parang, Kawung, Sekar Jagad, Truntum misalnya, selain filosofis, ia juga seremonial (memiliki guna digunakan untuk sebuah acara atau upacara)," kata Nonita.
Wanita lulusan Fakultas Hubungan Internasional, Universitas Parahyangan, Bandung itu mengatakan bahwa para pencinta batik yang paham akan mengenakan batik dengan motif tertentu yang sesuai dengan dengan tujuan seremoni.
Sementara untuk batik-batik kontemporer, kata Nonita, motifnya cenderung kekinian dan tidak mengisyaratkan makna yang dalam.
"Kalau dalam batik kontemporer biasanya tidak (filosofis). Lebih ke makna modern, seni, komersil, estetis, up to date."
Yuri yang lahir di Malang 11 Maret 1962 itu sebelumnya juga pernah tampil mengenakan masker batik yang berbeda setiap hari.
Baca juga: Purana, terjemahkan batik dalam napas modern
Baca juga: Purana tampilkan batik terinspirasi tegel kuno
Baca juga: Purana hadirkan koleksi terbaru musim semi dan musim panas edisi 2020
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020