Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine menyoroti korelasi antara program Kartu Prakerja dan mempertanyakan efektivitas fokus program tersebut dengan tujuan untuk memulihkan perekonomian dampak pandemi COVID-19.Pengalihan fokus pada Program Kartu Prakerja belum tentu mampu memulihkan kondisi perekonomian yang terdampak COVID-19
"Pengalihan fokus pada Program Kartu Prakerja belum tentu mampu memulihkan kondisi perekonomian yang terdampak COVID-19," kata Pingkan Audrine dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Pingkan menjelaskan, kalau berkaca pada tujuan awal dari program Kartu Prakerja, tentu kita dapat melihat bahwa program ini dirancang untuk mengembangkan kompetensi angkatan kerja, meningkatkan produktivitas dan juga daya saing melalui pembekalan keterampilan.
Namun, lanjut dia, permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di tengah pandemi berbeda dari permasalahan keterampilan kerja seperti yang dituju oleh program ini, karena ketersediaan lapangan kerja yang menurun diakibatkan adanya disrupsi ekonomi imbas dari meluasnya wabah.
Baca juga: Hipmi minta BPK audit anggaran program Kartu Prakerja
Ia berpendapat bahwa daripada menaikkan jumlah kuota penerima maupun pagu program kartu prakerja, APBN yang ada dapat dimaksimalkan untuk menambah anggaran bantuan sosial lainnya seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Untuk itu, ujar dia, tindakan penambahan kuota yang diikuti dengan penambahan pembiayaan pemerintah dari yang semula dianggarkan sebesar Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun terhadap Program Kartu Prakerja ini kurang efektif di situasi seperti ini.
"Terlebih, pemerintah juga perlu melakukan evaluasi dari pelaksanaan gelombang pertama sebelum memutuskan untuk melakukan ekspansi kebijakan. Jangan sampai anggaran sebesar itu nantinya tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat," ucapnya.
Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani menyoroti bahwa masih banyak kritik publik terhadap pelaksanaan program Kartu Prakerja seperti masih ada yang sulit untuk mengakses proses pendaftaran online program tersebut.
Netty berpendapat bahwa ada tiga hal yang patut dikritisi dan berpotensi menjadi kegagalan dari program kartu prakerja ini, yaitu efektivitas, sasaran dan skala prioritas, serta alokasi anggaran.
Ia menyoroti sejumlah potensi masalah seperti kesesuaian jumlah masyarakat calon penerima dengan kondisi rill masyarakat terdampak COVID-19, asas pemerataan dan keadilan dalam jumlah distribusi kartu untuk semua daerah, serta kesiapan balai latihan kerja secara infrastruktur dan instruktur untuk pelatihan dan praktik.
Baca juga: PARFI 56 dorong kartu prakerja untuk seluruh pekerja seni
Sebagaimana diwartakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan pendaftar gelombang pertama program Kartu Prakerja mendekati enam juta pengguna dari seluruh Indonesia.
“Pemerintah mengapresiasi antusiasme yang besar masyarakat terhadap program kartu prakerja,” katanya dalam keterangan pers daring di Jakarta, Kamis (16/4).
Pemerintah menutup pendaftaran untuk gelombang pertama pada Kamis ini pukul 16.00 WIB, sejak diluncurkan pada Sabtu (11/4) yang mencapai 5.965.048 pengguna.
Dari jumlah pendaftaran itu, pemerintah kemudian melakukan verifikasi email, nomor induk kependudukan (NIK) dan proses lanjutan melalui kementerian sehingga yang bergabung pada gelombang pendaftaran atau join batch pertama mencapai 2.078.026 pengguna.
Mengingat antusiasme yang besar, pemerintah menambah jumlah kuota dari sebelumnya 164 ribu menjadi 200 ribu kursi peserta setiap gelombang.
Baca juga: Kartu Prakerja siap tambah mitra platform digital untuk pelatihan
Baca juga: Pemerhati ingatkan pelatihan kartu prakerja sesuai kebutuhan industri
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020