Arni Susanti adalah salah satu contoh Kartini masa kini. Perempuan 33 tahun itu mengelola bisnis keluarga dan menjadi salah satu penggerak ekonomi di Kota Padang, Sumatera Barat.
Arni mendirikan Bengke Paruik, bisnis yang bergerak di industri makanan ringan, sejak 2015. Dibantu oleh tiga orang karyawan, Arni memproduksi camilan marning jagung, serundeng talas dan serundeng ubi. Camilan itu tak cuma dijual di toko fisik, tapi juga lewat toko daring. Arni pun melayani reseller dan pencari konsumen.
Selama enam tahun mengelola bisnis keluarga, Arni menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan modal, kesulitan mengatur keuangan hingga menurunnya permintaan produk.
Untuk menghadapinya, Arni mengasah kemampuan pemasaran digital dan pengelolaan bisnis melalui berbagai sumber yang mudah ditemukan di Google.
Dari situ, dia mengetahui informasi mengenai program Gapura Digital dan Womenwill dari seorang tim Gapura Digital di Padang pada 2018. Setelah beberapa kali mengikuti kelas Gapura Digital dan Womenwill, Arni terpilih sebagai fasilitator Womenwill di Padang.
Di sini, Arni mengenal Google Primer sebagai aplikasi belajar mengelola bisnis, mendaftarkan Bengke Paruik di Google Bisnisku, dan membangun relasi dengan banyak orang yang kemudian menjadi supplier, pelanggan, hingga reseller. Lebih dari itu, Arni juga berupaya meningkatkan penjualannya dengan memasarkan produknya di media sosial.
Kini, ketika Indonesia tengah mengalami masa ketidakpastian, Arni kembali menghadapi tantangan. Kapasitas produksi terpaksa diturunkan karena Arni meminta karyawannya untuk tetap di rumah dan hanya memproduksi makanan ringan yang bisa dibuat sendiri. Selain itu, pemesanan dari luar kota juga menurun sehingga penjualan di dalam kota yang dimaksimalkan.
“Jika biasanya kami bisa memproduksi 50 kilogram berbagai makanan ringan dalam seminggu, kini hanya bisa memproduksi sesuai pesanan yang diterima saja. Hal ini pun berdampak terhadap penjualan kami yang menurun sebesar 40 persen dalam satu bulan terakhir," kata Arni dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (20/4).
Meski tokonya tutup untuk sementara, Arni tetap memasarkan produk yang tersedia secara daring, lewat media sosial, agar konsumen tahu bahwa Bengke Paruik tetap beroperasi di masa pandemi.
“Di masa ketidakpastian seperti ini, diperlukan usaha lebih untuk memasarkan produk kita agar UKM yang kita kelola mampu bertahan. Pemasaran online dengan memanfaatkan berbagai fitur dan aplikasi menjadi salah satu solusi yang bisa diandalkan para pelaku bisnis untuk survive periode ini,” ujar Arni.
Kartini berikutnya adalah Monika Diah Pramodho Wardhani yang bergelut di bidang makanan.
Baca juga: Hari Kartini, Susy inginkan pebulu tangkis putri lebih berprestasi
Baca juga: Dian Sastro, Ladya Cheryl dan Kartini dunia film
Baca juga: Perempuan berperan penting dalam ketangguhan keluarga hadapi COVID-19
Bisnis kue
Monika Diah Pramodho Wardhani keluar dari zona nyaman setelah bekerja 11 tahun di dunia perbankan. perempuan 48 tahun ini terjun ke dunia kue agar bisa berbisnis sambil tetap mengurus keluarga.
Pebisnis yang akrab disapa Monik ini mendirikan Karin Kukis pada Desember 2004 dengan menjual kue kering saat hari raya. Ia mengasah kemampuan dengan mengikuti kursus memasak, lalu memasarkan aneka kue kering, kue basah hingga kue ulang tahun.
Di tengah persaingan yang ketat, Monik menjual kreasi kukis karakter yang dikemas dalam plastik, toples hingga buket kue yang dikemas secara khusus.
Selama 15 tahun berbisnis, dia melihat pergeseran pola berbelanja konsumen yang semakin menginginkan kemudahan dan kecepatan dalam berbelanja. Monik kemudian memanfaatkan fitur yang ada di Internet untuk mengembangkan produknya.
Selama pandemi, produksi dan penjualan Karin Kukis menurun hingga setengahnya. Namun, perempuan yang memiliki tiga karyawan ini tetap optimistis bisnisnya bisa terus menggeliat setelah badai virus corona berlalu.
"Saat ini menjelang bulan Ramadhan, biasanya permintaan kue meningkat dan saya akan memanfaatkan momen ini untuk menaikkan penjualan Karin Kukis meski masih berada di masa bekerja dari rumah. Saya yakin rekan-rekan pemilik UKM lainnya juga bisa melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan, dengan tidak berhenti berusaha dalam mencari strategi yang tepat dalam menggaet konsumen,” kata Monik.
Ristin Jatnika, sosok di balik Mere Naturals..
Baca juga: Ratih, perawat RSUD Banten berjuang ingin pasien COVID-19 sembuh
Baca juga: Merry Riana: Pandemi COVID-19 ibarat masa ulat menjadi kepompong
Baca juga: Sambut Hari Kartini, Yuni Shara ajak perempuan saling berbagi
Bisnis aromaterapi
Ristin Jatnika juga seorang Kartini masa kini yang menggerakkan roda ekonomi dengan berbisnis minyak aromaterapi. Brand Mere Naturals yang berpusat di Bandung ia dirikan karena buah hatinya memiliki kulit sensitif, dan saat itu ia membutuhkan produk alami.
Awalnya minyak ini hanya digunakan secara pribadi untuk anaknya, namun karena merasa banyak Ibu di luar sana yang mungkin mengalami hal yang sama dan membutuhkan minyak aromaterapi buatannya. Akhirnya, Ristin memutuskan untuk memasarkan produknya dengan nama Mere Naturals. Pada masa pembatasan ini, Ristin berbagi pengalamannya dalam memberdayakan karyawan selama bekerja dari rumah.
“Pada masa social distancing, saya memilih untuk menghentikan kegiatan produksi sementara waktu agar karyawan tidak perlu datang ke kantor. Namun, beberapa kegiatan bisnis tetap berjalan, seperti pengemasan produk dimana karyawan yang bertugas mengerjakan ini bisa bekerja bergantian setiap harinya. Selain itu, karena Mere Naturals juga dipasarkan secara online, karyawan yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan sales and marketing tetap dapat bekerja dari rumah masing-masing,” ujar Ristin.
Meski menerapkan bekerja dari rumah, Ristin meminta karyawan menggunakan waktu ini sebagai kesempatan untuk belajar tentang pengelolaan bisnis seperti cara memasarkan produk secara online, mengenal target konsumen, dan pentingnya memberikan layanan terbaik kepada konsumen.
Belajar mengelola bisnis bagi Ristin adalah hal yang penting, tidak hanya bagi pemilik bisnis, tapi juga bagi semua karyawan yang terlibat dalam jalannya bisnis tersebut.
Karyawan Mere Naturals kebanyakan adalah perempuan-perempuan yang putus sekolah karena berbagai alasan. Hal ini mendorong Ristin untuk memotivasi mereka agar tetap belajar secara informal.
Tidak hanya untuk melancarkan jalannya bisnis Mere Naturals, tetapi juga untuk mengembangkan diri, kemampuan, dan keterampilan karyawannya. Apalagi, di era teknologi saat ini, belajar bukanlah lagi hal yang sulit karena banyak sumber yang bisa didapatkan hanya dengan bermodal akses internet.
Selama operasional kantor berlangsung normal, seminggu sekali karyawan Mere Naturals selalu melakukan rapat untuk mengetahui perkembangan bisnis Mere Naturals sekaligus berbagi dan berdiskusi tentang pengetahuan yang telah dipelajari dalam minggu tersebut.
Namun, karena saat ini Mere Naturals juga menerapkan pembatasan sosial, maka Ristin meminta karyawan untuk belajar di rumah masing-masing dan akan kembali berdiskusi bersama ketika Mere Naturals sudah beroperasi dengan normal.
Baca juga: Sosok Kartini di perfilman Indonesia dari masa ke masa
Baca juga: Keliling Indonesia dengan budget miring? Ini tipsnya
Baca juga: Kreativitas dunia fesyen di balik krisis corona
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020